Senin, 27 Januari 2014
Asbabul Wurud al-Hadits
Asbab Wurud al-Hadis
Pendahuluan
Di antara beberapa hal yang sangat penting dalam mempelajari hadis ialah mengetahui sebab-sebab lahirnya hadis, karena pengetahuan tentang hal itu dapat menolong memahamkan ma’na hadis secara sempurna, sebagaimana halnya pengetahuan tentang asbabu’n-Nujul, dapat menolong dalam memahamkan ma’na ayat-ayat Al-Qur’an. Ibnu Taimiyah berkata : “Mengetahui sebab itu, menolong dalam memahamkan al-hadis dan ayat”. Sebab mengetahui sebab itu dapat mengetahui musabbab (akibat)
Pembahasan .
1) Ilmu Asbab Wurud al-Hadis
Kata Asbab adalah jama’ dari sabab. Menurut ahli bahasa diartikan dengan “ al-habl “ (tali),[1] saluran, yang artinya dijelaskan sebagai:” segala yang menghubungkan satu benda dengan benda lainnya”.[2]
Menurut istilah adalah:
كُلُّ شَيْءٍ يَتَوَصَّلُ بِهِ إِلَى غَا يَتِهِ[3]
“Seagala sesuatu yang mengantarkan pada tujuan”
Ada juga yang mendefenisikan dengan:”Suatu jalan menuju terbentuknya suatu hukum tanpa adanya pengaruh apa pun dalam hukum itu”. [4]
Sedangkan kata wurud bisa berarti sampai, muncul,dan mengalir, seperti:
أَلْمَاءُ أَلَّذِيْ يُوْرِدُ[5]
“Air yang memancar, atau air yang mengalir”
Dalam pengertian yang lebih luas, Al-Suyuthi merumuskan pengertian asbab wurud al-hadis dengan: Sesuatu yang membatasi arti suatu hadis, baik berkaitan dengan arti umum atau khusus, mutlak atau muqayyad, dinasakhkan dan seterusnya” atau, “suatu arti yang dimaksud oleh sebuah hadis saat kemunculannya”[6].
Dari uraian pengertian tersebut, asbab wurud al-hadis dapat diberi pengertian yakni “suatu ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang sebab-sebab Nabi SAW. Menuturkan sabdanya dan waktu beliau menuturkan itu.” Seperti sabda rasul SAW. Tentang kesucian air laut dan apa yang ada didalamnya. Ia bersabda:”laut itu suci airnya dan halal bangkainya”. Hadis ini dituturkan oleh Rasul SAW. Saat berada ditengah lautan dan ada salah seorang sahabat yang merasa kesulitan berwudhu karna tidak mendapatkan air (tawar). Contoh lain adalah hadis tentang niat, hadis ini dituturkan berkena’an dengan peristiwa hijrahnya Rasul SAW. Kemadinah. Salah seorang yang ikut hijrah karena didorong ingin mengawini wanita yang bernama Ummu Qais.
Urgensi asbab wurud terhadap hadis .sebagai salah satu jalan untuk memahami kandungan hadis, sama halnya dengan urgensi asbab nujul Al-quran terhadap al-Quran, ini terlihat dari beberapa faedahnya ,antara lain, dapat mentakhsis arti yang umum, membatasi arti yang mutlak, menunjukan perincian terhadap yang mujmal, menjelaskan kemusykilan, dan menunjukan illat suatu hukum.
Maka dengan memahami asbab wurud hadis ini, dapat dengan mudah memahami apa yang dimaksud atau yang dikandung oleh suatu hadis. Namun demikian, tidak semua hadis mempunyai asbab wurud, seperti halnya tidak semua ayat al-Quran memiliki asbab nujulnya.
2) Ta’rif dan faidah Ilmu Asbabi wurud Al-hadis
Yang dimaksud dengan Ilmu Asbabi wurud Al-hadis atau Asbab Al-atsar, ialah ilmu pengetahuan yang menerangkan sebab lahirnya hadis. Sebagian ulama berpendapat bahwa sebab-sebab, latar belakang dan sejarah dikeluarkan hadis itu sudah tercakup dalam pembahasan ilmu tarikh, karena itu tidak perlu dijadikan suatu ilmu yang berdiri sendiri.
Akan tetapi karena ilmu ini mempunyai sifat-sifat yang khusus yang tidak seluruhnya tidak tercakup dalam ilmu tarikh dan mempunyai faidah yang besar sekali dalam lapangan ilmu hadis. Maka kebanyakan muhadditsin menjadikan ilmu itu suatu ilmu pengetahuan tersendiri, sebagai cabang ilmu hadis dari jurusan matan.
Faidah-faidah mengetahui Asbab Wurud Al-hadis itu antara lain ialah :
1) Untuk menolong, memahami dan menafsirkan al-hadis. Sebab sebagaimana diketahui bahwa pengetahuan tentang sebab-sebab terjadinya sesuatu itu merupakan saran untuk mengetahui musabbab (akibat) yang ditimbulkannya. Seseorang tidak mungkin mengetahui penafsiran suatu hadis secara tepat, tanpa mengetahui sebab-sebab dan keterangan-keterangan tentang latar belakang: nabi bersabda, berbuat atau mengakui perbuatan sahabat yang dilakukan dihadapan beliau. Ia merupakan suatu sarana yang kuat untuk memahami dan menafsirkan al-hadis.
2) Sebagaimana diketahui bahwa lafadz nash itu kadang-kadang dilukis dalam kata-kata yang bersifat umum, sehingga untuk mengambil kandungan isinya memerlukan dalil yang mentakhshikannya. Akan tetapi dengan diketahui sebab-sebab lahirnya nash itu, maka takhshih yang menggunakan selain sebab harus disingkirkan. Sebab menyingkirkan takhshih yang berbentuk sebab ini adalah qath’iy ,sedang mengeluarkan takhshis sebab adalah terlarang secara ijma’.
3) Untuk mengetahui hikmah-hikmah ketetapan syari’at(hukum).
4) Untuk mentakhshishkan hukum bagi orang yang berpedoman qaidah Ushul-fiqh “Al-ibratu bikhusuhshi’s-sabab”(mengambil suatu ibarat itu hendaknya dari sebab-sebab yang khusus).biarpun dari pendapat yang kuat dari golongan Ushuliyun berpedoman dengan “Al-ibratu bi’umumu’i-lafadh,la bikhushusi’s-sabab”(mengambil suatu ibarat itu hendaknya berdasar pada lafad yang umum, bukan sebab-sebab yang khusus).
3) Macam-macam Asbabul Wurud
Peristiwa yang melatarbelakangi munculnya hadits ada 2. Yaitu:
1. Asbab Wurud Al-khas, yaitu peristiwa yang terjadi menjelang turunnya suatu hadits.
2. Asbab Wurud Al’Am, yaitu semua peristiwa yang dapat dicakup hukum atau kandungannnya oleh hadis, baik peristiwa itu terjadi sebelum maupun sesudah turunnya ayat itu. Pengertian yang kedua ini dapat diperluas sehingga mencangkup kondisi social pada msa turunnya hadis (setting social).
Adapaun patokan kaidah yang dipakai oleh para mayoritas ulama dalam asbab wurud adalah ;
1. Al-‘Ibrah bi ‘umum al-lafdzi la bi khusus al-sababi (yang menjadi patokan dalam memahami teks adalah keumuman lafad, bukan sebab khususnya).
2. Al-‘Ibrah bi khusus al-sababi la bi ‘umum al-lafdzi (yang menjadi patokan dalam memahami teks adalah sebab khusus, bukan keumuman lafad.
Adapun contoh dari kaidah pertama yaitu Hadis tentang mandi jum’at yang berbunyi:
حَدَثَنَا عَبْدُ اْللَّه بْنِ يُوْسُفْ قَالَ : أَخْبَرَنَا مَالِكُ, عَنْ نَافِعِ عَنْ عَبْدِ اْللَّهِ بْنِ عُمَرْ رَضِيَ اْللَّهُ عَنْهُمَا : أَنَّ رَسُولَ اْللَّهِ صَلَّي اْللَّهُ عَلَيْه وَسَلَّمَ قَالَ : إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ اَلجُمْعَةَ فَلْيَغْتَسِلْ. (روه البخاري)
Sesungguhnya rasulallah SAW bersabda : “jika seseorang diantara kamu mendatangi shalat jum’at, maka hendaklah ia mandi” (H.R. Bukhari)
Dalam memahami hadis diatas maka kita lihat dulu asbabul wurudnya. Pada jaman nabi SAW, ekonomi para sahabat pada umumnya masih dalam keada’an sulit. Mereka memakai baju wol dan bekerja diperkebunan kurma, memikul air diatas punggung mereka untuk melakukan penyiraman.Setelah bekerja diperkebunan, banyak diantara mereka yang langsung pergi ke masjid untuk melakukan shalat jum’at.Pada hari itu udara sangat panas dan nabi menyempatkan khutbah jum’at diatas mimbar yang pendek, kemudian mereka berkeringat dalam keadaan pakai pakaian wol. Bau keringat dan baju wol mereka menyebar diruangan masjid dan jama’ah merasa terganggu. Bahkan bau mereka juga sampai menyebar kemimbar rasulallah SAW, dan kemudian nabi bersabda : “Wahai kalian manusia, jika kalian melaksanakan shalat jum’at ,hendaklah mandi terlebih dahulu dan pakai minyak wangi terbaik yang ada padanya”
Jumhurul ulama mengatakan bahwa kewajiban mandi pada hari jum’at disebabkan oleh banyak factor, antara lain cuaca panas byang menyebabkan berkerinngat, pakaian wol yang menyimpan bau, kondisi masjid yang sempit dan lain2. Jika jama’ah tidak mandi maka akan menimbulkan gangguan dan mengurangi ketenangan didalam masjid. Hadis itu berlaku dan wajib dilaksanakan dalam kondisi demikian.
Ketika keadaan umat islam sudah makmur, masjid-masjid sudah luas dan pakaian mereka terbuat dari kain, maka ada kelonggaran dan kemurahan untuk tidak mandi ketika hendak pergi keshalat jum’at. Sebab hal itu tidak akan menimbulkan adanya gangguan pada jama’ah. Jika diamati ,maka kelihatan jelas pendapat jumhurul ulama diatas dalam memahami hadis dengan kaidah : Al-‘Ibrah bi ‘umum al-lafdzi la bi khusus al-sababi hadis nabi SAW yang menyatakan “siapa saja yang mendatangi shalat jum’at supaya mandi terlebih dahulu” lahir karena adanya sebab khusus, yaitu adanya jama’ah yang kehadirannya menimbulkan gangguan berupa bau tidak sedap yang diitimbulkannya dalam ruangan masjid yang sangat sempit, dengan menerapkan kaidah diatas maka hadis itu berlaku pada siapa saja yang kondisinya sama dengan pelaku peristiwa yang menyebabkan munculnya hadis tersebut. Isi hadis tersebut tidak mengikat pada kepada mereka yang kondisinya berbeda dengan pelaku peristiwa dan dalam suasana yang berbeda pula, hanya saja kalau perintah hadis itu dilaksanakan, maka hukumnya lebih baik bagi yang melakukan.Jika hadis itu dilepaskan dalam kontek asbabul wurudnya, maka disimpulkan bahwa hukum mandi pada hari jum’at adalah wajib sebagaimana pendapat daud al-dhahiri.Pendapat semacam ini semata-mata memahami hadis secara tekstual tanpa mempertimbangkan konteks yang menyertainya.[7]
Contoh kaidah yang kedua yaitu Al-‘Ibrah bi khusus al-sababi la bi ‘umum al-lafdzi ,berdasar4kan hadis diatas pula maka kita harus melihat pada sebab-sebab yang mengikutinya sebagaimana telah disebutkan. Jadi, jika menggunakan kaidah ini kewajiban mandi jum’at diatas hanya diberikan kepada orang-orang yang mempunyai kondisi latar belakang yang sama.
4) Cara-cara Mengetahui Sebab-sebab Lahirnya Hadits
dfgDi antara maudlu’ pokok dalam ilmu asbabi Wurudi’l-Hadis ialah pembicaraan tentang cara-cara untuk mengetahui sebab-sebab lahirnya hadis. Cara-caranya yaitu hanya dengan jalan riwayat saja. Karena tidak ada jalan bagi logika, menurut penelitian Al-Bulqiny, bahwa sebab-sebab lahirnya hadis itu ada yang sudah tercantum didalam hadis itu sendiri dan adapula yang tidak tercantum didalam hadis itu sendiri, tetapi tercantum dihadis lain.
Sebagai contoh asbabu wurudi’l-hadis yang tercantum didalam hadis itu sendiri, seperti hadis abu dawud yang tercantum dalam kitab sunannya, yang diriwayatkan oleh abu Sa’id al-Khudry, kata Abu Sa’ib :
إِنَّهُ قِيْلَ لِرَسُوْلِ اْللَهِ صَلَّي اْللَهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَوَضَّاءُ مِنْ بِئْرِ بُضَاعَةَ, وَهِيَ بِئْرٌ يُطْرَحُ فِيْهِ الْخَيْضُ , وَلَحْمُ الْكَلْبِ وَاْلنَّتْنِ فَقَالَ : أَلْمَاءُ طَهُوْرٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ
“bahwa beliau pernah ditanyakan oleh seseorang tentang perbuatan yang dilakukan oleh rasulullah SAW :”apakah tuan mengambil air wudhu’ dari sumur Budla’ah, yakni sumur yang dituangi darah, daging anjing dan barang-barang busuk ? jawab rasulullah SAW :”air itu suci, tak ada sesuatu yang menjadikannya najis”.
Sebab Rasulullah SAW bersabda, bahwa setiap air itu suci, lantaran ada pertanyaan dari sahabat, tentang hukum air yang bercampur dengan darah, bangkai dan barang yang busuk, yang persoalan itu dilukiskan dalam rangkaian hadis itu sendiri.
Contoh asbabu’l-wurud yang tidak tercantum dalam rangkaian hadis itu sendiri, tetapi diketahuinya dari hadis yang terdapat dilain tempat yang sanadnya juga berlainan, seperti hadis Muttafaq-‘alaih tentang niyat dan hijrah, yang diriewayatkan oleh ibnu Umar r.a :
وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِاْمْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَي مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .
“.... Barang siapa yang hijrahnya karena untuk mendapatkan keduniaan atau perempuan yang bakal dikawininya, maka hijrahnya itu hanya kepada apa yang dihijrahkannya saja”.
Asbabu’l-Wurud dari hadis diatas , kita temukan pada hadis yang ditakhrijkan oleh At-thabarany yang bersanad tsiqah dari Ibnu Mas’ud r.a, ujarnya :
كَانَ بَيْنَنَا رَجُلٌ خَطَبَ إِمْرَةً يُقَالُ لَهَا ( أُ مُ قَيْسٍ ) , فَأ بَتْ أَنْ يَتَزَوَّجَهَا حَتَّي يُهَاجِرَ , فَهَاجَرَفَتَزَوَّجَهَا . كُنَّا نُسَمِّيْهِ ( مُهَاجِرأمّ قَيْسٍ ).
“Konon pada jama’ah kami terdapat seorang laki-laki yang melamar kepada seorang perempuan yang bernama ummu Qais, tetapi perempuan itu menolak untuk dikawininya, kalau laki-laki pelamar tersebut enggan berhijrah ke madinah. Maka ia lalu hijrah dan kemudian mengawininya. Kami namai laki-laki itu , Muhajir Ummu Qais”.
5) Perintis ilmu ini dan Kitab-kitabnya
Perintis ilmu Asbabi Wurudi’l-hadis ialah Abu Hamid bin Kaznah Al-jubary *).[8] Kemudian disusul oleh Abu Hafs ‘Umar bin Muhammad bin Raja’i Al-Ukbury (380-458 H). Ia adalah salah seorang guru Abu Yahya Muhammad bin Al-husain Al-Farra’ Al-hambaly dan salah seorang murid dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal.
Al-Muhaddits As-Sayyid Ibrahim bin Muhammad bin Kamaludin yang terkenal dengan kunyah Ibnu Hamzah Al-Husainy (1045-1120) mengarang pula kitab asbabi-wurud-hadits dengan diberi nama “Al-bayan wat Ta’rif fi Asbabi wurudil-hadisisy-syarif. Kitab yang disusun secara Alfabetis ini dicetak pada tahun 1329 H. diHalab dalam 2 juz besar-besar.
IV. Kesimpulan
Asbab wurud al-hadis adalah kasus yang dibicarakan oleh suatu hadis pada waktu kasus tersebut terjadi. Kedudukan ilmu ini bagi hadis sama dengan posisi asbab al-nujulbagi al-Qur’an al-karim.
Ilmu ini merupakan suatu jalan yang paling tepat untuk memahami hadis, karena mengetahui sesuatu sebab akan melahirkan pengetahuan tentang mussabbab.
Daftar pustaka
SUPARTA, Munzier, Ilmu Hadis-Ed.Revisi, Cet, 4.-jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2003
NURUDDIN, Itr. Ulumul hadis (Manhaj An-Naqd Fii ‘Uluum Al-Hadits), Cet, 1-Bandung, PT Remaja Rosdakarya,2012
AL-JARKHONI, Manahil al-irfan fi ulumul Qur’an, Darul kutub al-arabiyah.
ASH-SHIDDIEQY, Teungku Muhammad hasbi, sejarah dan pengantar ilmu hadis, Semarang: Pustaka rizki putra, 2001
MUNAWWAR,said aqil Husain dan abdul mustaqim, Asbabu wurud studi kritis hadis nabi pendekatan sosio-historis-kontekstual, Yogyakarta: Pustaka pelajar
________________________________________
[1] At-thahanawi, kasyf ishtilah Al-funun, Ijilid 111, (Kairo; Al-Hay’at Al-ammah li Al-Kuttab, t,t.), hlm. 127
[2] Ibn AL-Manzhur, op.cit., jilid 1,(Bulaq, t.t.), hlm, 440-442.
[3] At-thahanawi, loc.cit.
[4] Ibid.
[5] Ibnu Manzhur, op,cit, jilid 1V ,hlm. 471.
[6] Al-suyuthi, lubab Al-nuqul fi Asbab Al-Nuzul, yang menjadi catatan pinggir dalam kitab tafsir Abu thahir ibn Ya’qub Al-fairuz Abady, Tanwir Al-miqyas min Tafsir ibn abbas, (Beirut:Dar Al-fiqr,t.t), hlm, 5.
[7] Ibid, Hlm 137-138
[8] *). Dalam naskah Al-fiyatus-Suyuty, syarah Muhammad Mahfudh At-turmusy tertulis “Al-jubany”, Tetapi dalam Al-fiyatus-suyuty, syarah Ahmad Muhammad Syajir tertulis “Al-jubary”.
Diposkan oleh zainul mustofa di 00.02
Asbabul Wurud
A. Pendahuluan
Hadis atau sunnah[1] merupakan salah satu sumber ajaran islam yang menduduki posisi sangat signifikan, baik secara struktural maupun fungsional. Secara struktural menduduki posisi kedua setelah al-Qur’an, namun jika dilihat secara fungsional, ia merupakan bayan (eksplanasi)terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat ‘am (umum), mujmal (global) atau mutlaq.[2] Secara tersirat, al-Qur’an-pun mendukung ide tersebut, antara lain firman Allah SWT:
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَانُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
“Dan kami turnkan al-Qur’an kepadamu (Muhammad) agar kamu menjelaskan kapada umat manusia apa yang telah diturunkan untuk mereka, dan supaya mereka memikirkan.”. (QS. An-Nahl 44)
Adanya perintah agar Nabi SAW.Menjelaskan kapada umat manusia mengenai al-Qur’an, baik melalui ucapan, perbuatan atau taqrirnya, dapat diartikan bahwa Hadis berfungsi sebagai bayan (penjelas) terhadap al-Qur’an.
Oleh karena itu tidaklah terlalu berlebihan jika kemudian Imam al-Auza’i pernah berkesimpulan bahwa al-Qur’an sesungguhnya lebih membutuhkan kepada al-Hadis daripada sebaliknya.Sebab secaratafshili (rinci) al-Qur’an masih perlu dijelaskan dengan Hadis.[3]
Disamping sebagai bayan terhadap al-Qur’an, Hadis secara mandiri sesungguhnya dapat menetapkan suatu ketetapan yang belum diatur dalam al-Qur’an.Namun persoalannya adalah bahwa untuk memahami suatu Hadis dengan “baik”, tidaklah mudah.Untuk itu, diperlukan seperangkat metodologi dalam memahami Hadis.
Ketika kita mencoba memahami suatu Hadis, tidak cukup hanya melihat teks Hadisnya saja, khususnya ketika Hadis itu mempunyai asbabul wurud, melainkan kita harus melihat konteksnya. Dengan lain ungkapan, ketika kita ingin menggali pesan moral dari suatu Hadis, perlu memperhatikan konteks historitasnya, kepada siapa Hadis itu disampaikan Nabi, dalam kondisi sosio-kultural yang bagaimana Nabi waktu itu menyampaikannya. Tanpa memperhatikan konteks historisitasnya (baca: asbabul wurud) seseorang akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami makna suatu Hadis, bahkan ia dapat terperosok ke dalam pemahaman yang keliru.[4] Itulah mengapa asbabul wurud menjadi sangat penting dalam diskursus ilmu Hadis, seperti pentingnya asbabun nuzul dalam kajian tafsir al-Qur’an.[5]
Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa tidak semua Hadis mempunyaiasbabul wurud. Sebagian Hadis mempunyai asbabul wurud khusus, tegas dan jelas, namun sebagian yang lain tidak.Untuk katagori pertama, mengetahui asbabul wurud mutlak diperlukan, agar terhindar dari kesalahpahaman (misunderstanding) dalam menangkap maksud suatu Hadis.Sedangkan untuk Hadis-Hadis yang tidak mempunyai asbabul wurud khusus, sebagai alternatifnya, kita dapat menggunakan pendekatan historis, sosiologis, antropologis atau bahkan pendekatan psikologis sebagai pisau analisis dalam memahami Hadis.Hal ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa Nabi SAW tidak mungkin berbicara dalam kondisi yang vakum historis dan hampa kultural.
B. Pengertian Asbabul Wurud
Secara etimologis, “asbabul wurud” merupakan susunan idhafah yang berasal dari kata asbab dan al-wurud.Kata “asbab” adalah bentuk jamak dari kata “sabab”. Menurut ahli bahasa diartikan dengan “al-habl” (tali), saluran yang artinya dijelaskan sebagai segala yang menghubungakan satu benda dengan benda lainnya sedangakan menurut istilah adalah :
كل شيء يتوصل به الى غا يته
“Segala sesuatu yang mengantarkan pada tujuan”
Dan ada juga yang mendifinisikan dengan : suatu jalan menuju terbentuknya suatu hukum tanpa ada pengaruh apapun dalam hukum itu
Sedangkan kata Wurud bisa berarti sampai, muncul, dan mengalir seperti :
الماء الذي يورد
“Air yang memancar atau air yang mengalir “[6]
Dengan demikian, secara sederhana asbabul wurud dapat diartikan sebagai sebab-sebab datangnya sesuatu. Karena istilah tersebut biasa dipakai dalam diskursus ilmu hadis, maka asbabul wurud maka asbabul wurud dapat diartikan sebagai sebab-sebab atau latar belakang ( background ) munculnya suatu hadis.[7])
Menurut as-suyuthi, secara terminology asbabul wurud diartikan sebagai berikut :
أنه ما يكون طريقا لتحديد المراد من الحديث من عموم أو حصوص أو إطلاق أوتقييد أونسخ أونحو ذالك.
Sesuatu yang menjadi thoriq (metode) untuk menentukan suatu Hadis yang bersifat umum, atau khusus, mutlak atau muqayyad, dan untuk menentukan ada tidaknya naskh (pembatalan) dalam suatu Hadis.
Jika dilihat secara kritis, sebenarnya difinisi yang dikemukakan As-Suyuthi lebih mengacu kepada fungsi asbabu wurud al-Hadis, yakni untuk menentukan takhsis (pengkususan) dari yang ‘am (umum), membatasi yang mutlak, serta untuk menentukan ada tidaknya naskh mansukh dalam Hadis dan lain sebagainya.
Dengan demikian, nampaknya kurang tepat jika definisi itu dimaksudkan untuk merumuskan pengertian asbabul wurud menurut Prof.Dr.Said Agil Husin Munawwar untuk merumuskan pengertian asbabul wurud, kita perlu mengacu kepada pendapat hasbi ash-shiddiqie. Beliau mendefinisikan asbabul wurud sebagai berikut :
علم يعرف به السبب الذي ورد لأجله الحديث والزمان الذي جاء به
“Ilmu yang menerangkan sebab-sebab nabi SAW. Menuturkan sabdanya dan masa-masa nabi SAW. Menuturkannya”.
Sementara itu, ada pula ulama’ yang memberikan definisi asbabul wurud, agak mirip dengan pengertian asbabun-nusul, yaitu :
ما ورد الحديث أيام وقوعه
“Sesuatu (baik berupa peristiwa-peristiwa atau pertanyaan-pertanyaan) yang terjadi pada waktu Hadis itu disampaikan oleh nabi SAW.”
Dari ketiga definisi tersebut di atas dapat ditarik benang merah bahwaasbabul wurud adalah konteks historisitas, baik berupa peristiwa-peristiwa atau pertanyaan atau lainnya yang terjadi pada saat Hadis itu disampaikan oleh Nabi SAW.Ia dapat berfungsi sebagai pisau analisis untuk menentukan apakah Hadis itu bersifat umum atau khusus, mutlaq atau muqayyad, naskh atau mansukh dan lain sebagainya.
Dengan demikian, dalam perspektif ini mengetahui asbabul wurud bukanlah tujuan (ghayah), melainkan hanya sebagai sarana (washilah)untuk memperoleh ketepatan makna dalam memahami pesan moral suatu Hadis.[8]
C. Macam-Macam Asbabul Wurud
Menurut imam as-Suyuthi asbabul wurud itu dapat dikatagorikan menjadi tiga macam, yaitu: 1) sebab yang berupa ayat al-Qur’an, 2) sebab yang berupa Hadis itu sendiri 3) sebab yang berupa sesuatu yang berkaitan dengan para pendengar dikalangan sahabat.
Berikut ini akan dijelaskan satu-persatu mengenai ketiga macam tersebut, yaitu:
1. Sebab yang berupa ayat al-Qur’an. Artinya di sini ayat al-Qur’an itu menjadi penyebab Nabi SAW. Mengeluarkan sabdanya. Contohnya antara lain firman Allah Swt. Yang berbunyi :
الذين أمنوا ولم يلبسوا إيمانهم بظلم أولئك لهم الأمن وهم مهتدون
“orang-orang yang beriman, dan mereka tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kedzaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu orang-orang yang mendapatkan petunjuk” (Q.S. Al-An’am: 82)
Ketika itu sebagian sahabat memahami kata “azh-zhulmu” dengan pengertian al jaur yang berarti berbuat aniaya atau melanggar aturan. Nabi SAW. Kemudian memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud “azh-zhulmu” dalam firman tersebut adalah asy-syirku yakni perbuatan syirik, sebagaimana yang disebutkan dalam surat al-Luqman:
إن الشرك لظلم عظيم
“sesungguhnya syirik itu merupakan kezhaliman yang besar.” (Q.S al-Luqman: 13)
1. Sebab yang berupa Hadis. Artinya pada waktu itu terdapat suatu Hadis, namun sebagian sahabat merasa kesulitan memahaminya, maka kemudian muncul Hadis lain yang memberikan penjelasan terhadap Hadis tersebut. Contoh adalah Hadis yang berbunyi:
إن لله تعالى ملائكة في الأرض ينطق على ألسنة بني أدم بما في المرء من خير أو شر
“sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi, yang dapat berbicara melalui mulut manusia mengenai kebaikan dan keburukan seseorang.” (HR. Hakim)
Dalam memahami Hadis tersebut, ternyata para sahabat merasa kesulitan, maka mereka bertanya: Ya rasul !, bagaimana hal itu dapat terjadi? Maka Nabi SAW menjelaskan lewat sabdanya yang lain sebagaimana Hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Suatu ketika Nabi SAW bertemu dengan rombongan yang membawa jenazah. Para sahabat kemudian memberikan pujian terhadap jenazah tersebut, seraya berkata: “Jenazah itu baik”. Mendengar pujian tersebut, maka Nabi berkata: “wajabat” (pasti masuk surga) tiga kali. Kemudian Nabi SAW bertemu lagi dengan rombongan yang membawa jenazah lain. Ternyata para sahabat mencelanya, seraya berkata: “Dia itu orang jahat”. Mendengar pernyataan itu, maka Nabi berkata: “wajabat”. (pasti masuk neraka).
Ketika mendengar komentar Nabi SAW yang demikian, maka para sahabat bertanya: “Ya rasul !, mengapa terhadap jenazah pertama engkau ikut memuji, sedangkan terhadap jenazah kedua tuan ikut mencelanya. Engkau katakan kepada kedua jenazah tersebut: “wajabat”sampai tiga kali. Nabi menjawab: ia benar. Lalu Nabi berkata kepada Abu Bakar, wahai Abu Bakar sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi. Melalui mulut merekalah, malaikat akan menyatakan tentang kebaikan dan keburukan seseorang. (HR. al-Hakim dan al-Baihaqi)
Dengan demikian, yang dimaksud dengan para malaikat Allah di bumi yang menceritakan tentang kebaikan keburukan seseorang adalah para sahabat atau orang-orang yang mengatakan bahwa jenazah ini baik dan jenzah itu jahat.
1. 3. Sebab yang berupa perkaitan yang berkaitan dengan para pendengar dikalangan sahabat.
Sebagai contoh adalah persoalan yang berkaitan dengan sahabat Syuraid Bin Suwaid ats-Tsaqafi. Pada waktu Fath makkah (pembukaan kota makkah) beliau pernah datang kepada nabi SAW seraya berkata: “Saya Bernazar Akan Shalat Dibaitul Maqdis”. Mendengar pernyataan sahabat tersebut, lalu Nabi berssabda: “Shalat Di Sini, yakni masjidil haram itu lebih utama”. Nabi SAW lalu bersabda: “Demi Dzat yang Jiwaku Berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya kamu shalat disini (Masjid Al-Haram Makkah), maka sudah mencukupi bagimu untuk memnuhi nazarmu”. Kemudian Nabi SAW, bersabda lagi: “Shalat Dimasjid Ini,Yaitu Masjid Al-Haram Itu Lebih Lebih Utama Dari Pada 100 000 Kali Shalat Di Selain Masjid Al-Haram”. (H.R. Abdurrazzaq Dalam Kitab Al-Mushannafnya).[9]
D. Urgensi Asbabul Wurud dan Cara Mengetahuinya
Asbabul wurud mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka memahami suatu hadis. Sebab biasanya hadis yang disampaikan oleh Nabi bersifat kasuistik, cultural, bahkan temporal. Oleh karenanya, memperhatikan konteks historisitas munculnya hadis sangat penting, karena paling tidak akan menghindarkan kesalahpahaman dalam menangkap maksud suatu hadis. Sedemikian rupa sehingga kita tidak terjebak pada teksnya saja, sementara konteksnya kita abaikan atau kita ketepikan sama sekali. Pemahaman hadis yang mengabaikan perananasbabul wurud akan cenderung bersfat kaku, literalis-skriptualis, bahkan kadang kurang akomodatif terhadap perkembangan zaman.
Adapun urgensi asbabul wurud menurut imam as-Suyuthi antara lain untuk:
1. Menentukan adanya takhsish hadis yang bersifat umum.
2. Membatasi pengertian hadis yang masih mutlak.
3. 3. Mentafshil (memerinci) hadis yang masih bersifat global.
4. Menentukan ada atau tidak adanya nash-mansukh dalamsuatu hadis.
5. Menjelaskan ‘illat (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum.
6. Menjelaskan maksud suatu hadis yang masih musykil (sulit dapahami)
Sebagai ilustrasi, akan diberikan beberapa contoh mengenai fungsi asbabul wurud hadis, yaitu untuk menentukan adanya takhsish terhadap suatu hadis yang ‘am, misalnya hadis yang berbunyi:
صلاة القاعد على النصف من صلاة القائم
“shalat orang yang sambil duduk pahalanya separoh dari orang yang sholat sambil berdiri.” (H.R. Ahmad)
Pengertian “shalat” dalam hadis tersebut masih bersifat umum.Artinya dapat berarti shalat fardhu dan sunnat. Jika ditelusuri melalui asbabul wurudnya, maka akan dapat dipahami bahwa yang dimaksud “shalat” dalam hadis itu adalah shalat sunnat, bukan shalat fardhu. Inilah yang dimaksud dengan takhshish, yaitu menentukan kekhususan suatu hadis yang bersifat umum, dengan memperhatikan konteks asbabul wurud.
Asbabul wurud hadis tersebut adalah bahwa ketika itu dimadinah dan penduduknya sedang terjangkit suatu wabah penyakit. Maka kebanyakan para sahabat lalu melakukan shalat sunnah sambil duduk. Pada waktu itu, nabi kebetulan datang dan tahu bahwa mereka suka melakukan shalat sunnat tersebut sambil duduk. Maka nabi kemudian bersabda :” shalat orang yang sambil duduk pahalanya separuh dari orang yang shalat dengan berdiri”. Mendengar pernyataan nabi tersebut, akhirnya para sahabat yang tidak sakit memilih shalat sunnat sambil berdiri.
Dari penjelasan asbabul wurud tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan “shalat” dalam hadis itu adalah shalat sunnat. Pengertiannya adalah bahwa bagi orang yang sesungguhnya mampu melakukan shalat sunnah sambil duduk, maka ia akan mendapat pahala separoh dari orang shalat sunnat dengan beridiri.
Dengan demikian, apabila seseorang memang tidak mampu melakukan shalat sambil berdiri -mungkin karena sakit-, baik shalat fardhu atau shalat sunnat, lalu ia memilih shalat dengan duduk, maka ia tidak termasuk orang yang disebut-sebut dalam hadis tersebut. Maka pahala orang itu tetap penuh bukan separoh, sebab ia termasuk golongan orang yang memang boleh melakukan rukhshah atau keringanan syari’at.
Adapun contoh mengenai asbabul wurud yang berfungsi untuk membatasi pengertian yang mutlak adalah hadis yang berbunyi:
من سن سنة حسنة عمل بها بعده كان له أجره مثل أجورهم من غير أن ينقص من أجورهم شيئا و من سن سنة سيئة فعمل بها من بعده كان عليه وزره ومثل أوزارهم من غير أن ينقص من أوزارهم شيئا
“barang siapa melakukan suatu sunnah hasanah (tradisi atau perilaku yang baik), lalu sunnah itu diamalkan orang-orang sesudahnya, maka ia akan mendapatkan pahalanya seperti pahala yang mereka lakukan, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Demikian pula sebaliknya, barang siapayang melakukan suatu sunnah sayyi’ah (tradisi atau perilaku yang buruk) lalu diikuti orang-orang sesudahnya, maka ia akan ikut mendapatkan dosa mereka, tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa yang mereka peroleh.” (H.R. Muslim)
Kata “sunnah” masih bersifat mutlak, artinya belum dijelaskan oleh pengertian tertentu.Ia dapat berarti sunnah hasanah (perilaku yang baik) dan sunnah sayyi’ah (perilaku yang jelek). Sunnah merupakankata yang mutlaq baik yang mempunyai dasar pijakan agama atau tidak.
Asbabul wurud dari hadis tersebut adalah ketika itu Nabi SAW sedang bersama-sama sahabat. Tiba tiba datanglah sekelompok orang yang kelihatan sangat susah dan kumuh. Ternyata mereka adalah orang-orang miskin.Melihat fenomena itu, Nabi SAW wajahnya menjadi merah, karena merasa empati, iba dan kasihan.Beliau lalu memerintahkan kepada sahabat yang bernama bilal agar mengumandangkan adzan dan iqamah untuk melakukan shalat jama’ah.Setelah selesai jama’ah shalat, Nabi SAW kenudian berpidato, yang inti pidatonya adalah menganjurkan agar bertaqwa kepada Allah SWT dan mau menginfaqkan sebagian hartanya untuk sekelompok orang-orang miskin tersebut.
Mendengar anjuran itu, maka salah seorang dari sahabat Anshar lalu keluar membawa satu kantong bahan makanan dan diberikan kepada mereka. Ternyata yang dilakukan oleh Anshar itu kemudian diikuti oleh para sahabat yang lain. Maka kemudian Nabi bersabda :
من سن سنة حسنة … الحديث
Dari asbabul wurud tersebut, as-Suyuthi menyimpulkan bahwa yang dimaksud sunnah dalam hadis tersebut adalah sunnah yang baik.[10]
Adapun cara mengetahui asbabul wurudnya sebuah hadis adalah dengan melihat aspek riwayat atau sejarah yang berkaitan dengan peristiwa wurudnya hadis, sebab-sebab wurudnya hadis, ada yang sudah tercantum pada matan hadis itu sendiri, ada yang tercantum padamatan hadis lain. Dalam hal tidak tercantum, maka ditelusuri melalui riwayat atau sejarah atas dasar pemberitaan para sahabat.[11]
E. Kitab-Kitab yang Berbicara tentang Asbabul Wurud
Ilmu mengenai asbabul wurud al-hadis ini sebenarnya telah ada sejak zaman sahabat.Hanya saja ilmu ini belum tersusun secara sistematis dalam suatu bentuk kitab-kitab.Demikian kesimpulan as-Suyuthi dalam al-Luma’ fi Asbabi wurud al-hadis.Namun kemudian, seiring dengan perkembangan dunia keilmuan waktu itu, ilmu asbab al-wurud menjadi berkembang.Para ulama ahli hadis rupa-rupanya merasakan perlunya disusun suatu kitab secara tersendiri mengenai asbabul wurud.
Adapun kitab-kitab yang banyak berbicara mengenai asbabul wurud antara lain adalah:
1. Asbabu wurud al-Hadis karya Abu hafs al-Ukbari (w. 339 H.), namun sayang kitab tersebut tidak dapat sampai ke tangan kita.
2. Asbabu wurud al-hadis karya Abu Hamid Abdul Jalil Al-Jabari. Kitab tersebut juga tidak sempat sampai ketangan kita.
3. Asbabu Wurud al-Hadis atau yang disebut juga al-Luma’ fi Asbab Wurudil hadis, karya Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthi. Kitab tersebut sudah ditahqiq oleh Yahya Ismail Ahmad.
4. Al-Bayan wa at-Ta’rif karya Ibnu Hamzah Al-Husaini ad-Damasyqi (w.1110 H.)
1. F. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Asbabul warud al-hadis merupakan konteks historisitas yang melatar belakangi munculnya suatu hadis. Ia dapat berupa peristiwa atau pertanyaan yang terjadi pada saat hadis itu di sampaikan nabi SAW. Dengan lain ungkapan, asbabul wurud adalah faktor-faktor yang melatar belakangi munculnya suatu hadis.
2. Sebagai salah satu disiplin ilmu dalam studi hadis, asbabul wurud mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam rangka memahami maksud suatu hadis secara lebih baik. Pemahaman yang mengabaikan asbabul wurud, cenderung dapat terjebak kepada arti tekstual saja dan bahkan dapat membawa pemahaman yang keliru.
3. Dari beberapa definisi asbabul wurud yang telah dikemukakan oleh para ulama dapat disimpulkan bahwa pengertian asbabul wurud tersebut lebih mengacu pada asbabul wurud khas (asbabul wurud mikro). Di antara fungsi dari mengetahui asbabul wurud adalah untuk menentukan ada tidaknya takhsish dalam suatu hadis yang umum, membatasi kemutlakan suatu hadis, merinci yang masih global, menentukan ada tidaknya nasikh mansukh dalam hadis, mejelaskan ‘illat ditetapkannya suatu hukum, dan menjelaskan hadis yang sulit dipahami (musykil).
4. Tampaknya perlu dikembangkan asbabul wurud ‘am (asbabul wurud makro), yaitu situasi sosio-historis yang lebih bersifat umum di mana dan kapan Nabi SAW menyampaikan sabdanya dan hal ini memerlukan kajin sejarah yang sangat detail.
Daftar pustaka
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001.
Munawwar, Said Agil Husin dan Abdul Mustaqim, Asbabul wurud Studi kritis Hadis Nabi Pendekatan Sosio-Historis-Kontekstual, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001, Cet 1
Suparta, Munzier, Ilmu Hadis, Jakarta: RajaGrafindo, 2008, Cet ke 5
Soetari, Endang, Ilmu hadits, Bandung: Amal Bakti Press, 1997, Cet ke 2
[1] Jumhur ulama hadits menyamakan istilah hadits dengan sunnah. Lihat : Muhammad’Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits Ulumuhu wa Mushthalahuhu (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), hlm.25
[2]
[3] Said Agil Husin Munawwar dan Abdul Mustaqin, 2001 Asbabul Wurud study kritis hadits nabi pendekatan sosio/histories/-kontekstual Yogyakarta PT. Pustaka Pelajar Hlm.05
[4] Said Agil Husin Munawwar dan Abdul Mustaqin, 2001 Asbabul Wurud study kritis hadits nabi pendekatan sosio/histories/-kontekstual Yogyakarta PT. Pustaka Pelajar. Hlm 6
[5] Ibn hamzah Al-Husainy Al-Dimasyqy , dalam muqoddimah Al-Bayan Wa Al Ta’rif Fi Asbab Wurud Al- hadits Al-Syarif. Hlm 32
[6] Munzier Suparta, 2008 Ilmu Hadits Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 38-.39
[7] Said Agil Husin Munawwar dan Abdul Mustaqin, ………………. Hlm.07
[8] Ibid. hlm 09
[9] Ibid . Hlm 09-12
[10] Ibid. hlm 13-16
[11] Endang soetari, Ilmu Hadits, (Bandung: Amal Bakti Press, 1997). Hlm 211
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat ALLAH SWT yang mana berkat rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ulumul hadits ini yang berjudul “sanad dan matan”.
Makalah ini merupakan hasil pengumpulan dari beberapa buku dan literatur dari internet yang berhubungan dengan makalah kami.
Kami menyadari bahwasanya makalah kami ini jauh dari kesempurnaan.Sebagai manusia yang mempunyai keterbatasan, kami menyadari adanya kekurangan pada makalah ini.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dan kami berharap agar makalah yang kita susun dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
HALAMAMAN JUDUL•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
KATA PENGANTAR•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
DAFTAR ISI••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
B. Rumusan Masalah•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
BAB II : KAJIAN TEORI
A. Pengertian Asbabul wurud hadis••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
B. Latar belakang pentingnya ilmu asbabul wurud hadis••••••••••••••••••••••••
C. Fungsi atau implikasi ilmu asbabul wurud hadis••••••••••••••••••••••••••••••••
D. Macam macam asbabul wurud••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
E. Cara mrngetahui asbabul wurud••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
F. Contoh asbabul wurud••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
G. Kita kitab yang membahas dan menghimpun asbabul wurud••••••••••••••••
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
DAFTAR PUSTAKA••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Hadis atau sunnah merupakan salah satu sumber ajaran islam yang menduduki posisi sangat signifikan, baik secara struktural maupun fungsional. Secara struktural menduduki posisi kedua setelah al-Qur’an, namun jika dilihat secara fungsional, ia merupakan bayan (eksplanasi) terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat ‘am (umum),mujmal (global) atau mutlaq. Secara tersirat, al-Qur’an-pun mendukung ide tersebut, antara lain firman Allah SWT:
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَانُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
“Dan kami turnkan al-Qur’an kepadamu (Muhammad) agar kamu menjelaskan kapada umat manusia apa yang telah diturunkan untuk mereka, dan supaya mereka memikirkan.”. (QS. An-Nahl 44)
Adanya perintah agar Nabi SAW.Menjelaskan kapada umat manusia mengenai al-Qur’an, baik melalui ucapan, perbuatan atau taqrirnya, dapat diartikan bahwa Hadis berfungsi sebagai bayan (penjelas) terhadap al-Qur’an.
Oleh karena itu tidaklah terlalu berlebihan jika kemudian Imam al-Auza’i pernah berkesimpulan bahwa al-Qur’an sesungguhnya lebih membutuhkan kepada al-Hadis daripada sebaliknya.Sebab secaratafshili (rinci) al-Qur’an masih perlu dijelaskan dengan Hadis.
Disamping sebagai bayan terhadap al-Qur’an, Hadis secara mandiri sesungguhnya dapat menetapkan suatu ketetapan yang belum diatur dalam al-Qur’an.Namun persoalannya adalah bahwa untuk memahami suatu Hadis dengan “baik”, tidaklah mudah.Untuk itu, diperlukan seperangkat metodologi dalam memahami Hadis.
Ketika kita mencoba memahami suatu Hadis, tidak cukup hanya melihat teks Hadisnya saja, khususnya ketika Hadis itu mempunyai asbabul wurud, melainkan kita harus melihat konteksnya. Dengan lain ungkapan, ketika kita ingin menggali pesan moral dari suatu Hadis, perlu memperhatikan konteks historitasnya, kepada siapa Hadis itu disampaikan Nabi, dalam kondisi sosio-kultural yang bagaimana Nabi waktu itu menyampaikannya. Tanpa memperhatikan konteks historisitasnya (baca: asbabul wurud) seseorang akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami makna suatu Hadis, bahkan ia dapat terperosok ke dalam pemahaman yang keliru. Itulah mengapaasbabul wurud menjadi sangat penting dalam diskursus ilmu Hadis, seperti pentingnyaasbabun nuzul dalam kajian tafsir al-Qur’an.
Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa tidak semua Hadis mempunyai asbabul wurud. Sebagian Hadis mempunyai asbabul wurud khusus, tegas dan jelas, namun sebagian yang lain tidak. Untuk katagori pertama, mengetahui asbabul wurud mutlak diperlukan, agar terhindar dari kesalahpahaman(misunderstanding) dalam menangkap maksud suatu Hadis. Sedangkan untuk Hadis-Hadis yang tidak mempunyai asbabul wurud khusus, sebagai alternatifnya, kita dapat menggunakan pendekatan historis, sosiologis, antropologis atau bahkan pendekatan psikologis sebagai pisau analisis dalam memahami Hadis.Hal ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa Nabi SAW tidak mungkin berbicara dalam kondisi yang vakum historis dan hampa kultural.[1]
Dari latar belakang diatas. Penulis akan menjelaskan ilmu asbabul wurudil hadis. Dengan tujuan agar para pembaca dapat mengerti dan faham tentang ilmu asbabul wurudhil hadis. Oleh karena itu,penulis akan membahas dalam makalah yang berjudul “ ILMU ASBABUL WURUDIL HADIS “
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari asbabul wurudil hadis?
2. Apakah penting mempelajari ilmu asbabul wurudil hadis?
3. Apa fungsi asbabul wurudil hadis?
4. Apa saja macam macam asbabul wurudil hadis?
5. Bagaimana cara mengetahui asbabul wurudil hadis?
6. Contoh asbabul wurudil hadis?
7. Apa saja kitab kitab yang menjelaskan dan menghimpun tentang asbabul wurudil hadis?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ASBABUL WURUDIL HADIS
Secara Etimologis asbab al-wurudmerupakan susunan idhafat yang berasal dari gabungan kata asbab dan al-wurud.Kata asbab merupakan bentuk jamak dari kata sabab yang berarti tali atau penghubung, yakni segala sesuatu yang lain, atau penyebab terjadinya sesuatu.Sedangkan kata wurud merupakan bentuk masdar dari kata warada-yaridu-wurudan, yang berarti datang atau samapai kepada sesuatu.Sehingga asbab al-wurud disini dapat diartikan sebagai sebab-sebab datangnya atau keluarnya hadits nabi.[2]
Sedangkan secara Istilah ada beberapa pengertian asbab al-wurud yang dapat kita ambil dari beberapa pakar hadits:
1. Menurut Hasby Ash-Shiddieqyasbab al-wurud adalah:
Ilmu yang menerangkan sebab-sebab nabi menurunkan sabdanya dan masa-masanya Nabi menurunkan itu.
2. Menurut Imam Jalaluddin Abdurrahman al-Sayuti pada kitabnya Al-Luma’ fi Asbab al-Wurud al-Hadits:
Sesuatu yang menjadi jalan untuk menentukan maksud suatu hadits yang bersifat umum atau khusus, mutlaq atau muqayyad, atau untuk menentukan ada tidaknya naskh (penghapusan) dalam suatu hadits, atau yang semisal dengan hal itu.
3. Abdul Mustakim mendefinisikan:
Ilmu yang menerangkan sebab-sebab dari masa Nabi menuturkan sabdanya. Atau ilmu yang mengkaji ttentang hal-hal yang terjadi di saat hadits di sampaikan, berupa peristiwa atau pertanyaan, yang hal itu dapat membantu atau menentukan maksud suatu hadits yang bersifat umum atau khusus, mutlaq atau muqayyad, atau untuk menentukan ada tidaknya naskh (penghapusan) dalam suatu hadits, atau yang semisal dengan hal itu.
Dari definisi –definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu asbab al-wurudadalah ilmu yang menjelaskan sebab-sebab keluarnya Hadits, baik berupa peristiwa atau keadaan yang terjadi, waktu maupun karena ada pertanyaan. Sehingga dapat memahami kejelasan hadits baik dari segi umum dan khusus, mutlaq atau muqayyad, atau untuk menentukan ada tidaknya naskh (penghapusan) dalam suatu hadits[3]
B. LATAR BELAKANG PENTINGNYA ILMU ASBABUL WURUDIL HADIST
Sebagai salah satu disiplin ilmu dalam studi hadis, asbabul wurud mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam rangka memahami maksud suatu hadis secara lebih baik.Pemahaman yang mengabaikan asbabul wurud, cenderung dapat terjebak kepada arti tekstual saja dan bahkan dapat membawa pemahaman yang keliru.[4]
Ketika kita mencoba memahami suatu Hadis, tidak cukup hanya melihat teks Hadisnya saja, khususnya ketika Hadis itu mempunyai asbabul wurud, melainkan kita harus melihat konteksnya. Dengan lain ungkapan, ketika kita ingin menggali pesan moral dari suatu Hadis, perlu memperhatikan konteks historitasnya, kepada siapa Hadis itu disampaikan Nabi, dalam kondisi sosio-kultural yang bagaimana Nabi waktu itu menyampaikannya. Tanpa memperhatikan konteks historisitasnya (baca: asbabul wurud) seseorang akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami makna suatu Hadis, bahkan ia dapat terperosok ke dalam pemahaman yang keliru. Itulah mengapaasbabul wurud menjadi sangat penting dalam diskursus ilmu Hadis, seperti pentingnyaasbabun nuzul dalam kajian tafsir al-Qur’an.[5]
Dalam kaitannya dengan Asbâb al-Nuzûl/Asbâb al-Wurûd sebagaian kecil ulama mengemukakan kaedah yang menjadi patokan dalam memahami teks adalah sebab khususnya, bukan keumuman teksnya). Setiap Asbâb al-Nuzûl/Asbâb al-Wurûd mencakup 3 (tiga) hal pokok, yaitu : (a) peristiwa, (b) pelaku dan (c) waktu dan tempat. Tidak mungkin kita akan mampu menggambarkan adanya sesuatu peristiwa yang terjadi dalam kurun waktu tertentu di tempat tertentu dan tanpa memahami siapa pelakunya.[6]
C. IMPLIKASI ATAU FUNGSI ASBABUL WURUDIL HADIS
Dari pengertian asbab al-wurud di atas maka dapat dilihat ada beberapa fungsi dariasbab al-wurud ini, yaitu:
1. Menentukan adanya takhshishhadits yang bersifat umum.
Contoh dari fungsi asbab al-wurudsebagai takhsis terhadap sesuatu yang masih bersifat umum dan juga menjelaskan ‘illah(sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum, misalnya hadits:
صلاة القاعد على النصف من صلاة القائم
Artinya:
Shalat orang yang sambil duduk pahalanya setengah dari orang yang shalat sambil berdiri.
Asbab al-wurud dari hadits di atas adalah ketika penduduk Mandinah sedang terjangkit suatu wabah penyakit. Kebanyakan para sahabat melakukan shalat sunnah sambil duduk. Ketika itu Rasulullah datang menjenguk dan mengetahui bahwa para sahabat suka melakukan shalat sunnah sambil duduk walaupun dalam keadaan sehat. Kemudian Rasulullah bersabda sebagaimana hadits di atas. Mendengarkan sabda Rasulullah para sahabat yang tidak sakit kemudian shalat sunnah dalam berdiri.
Dari asbab al-wurud tersebut maka dapat dipahami bahwa kata “shalat” (yang masih bersifat umum pada hadist tersebut) adalah sahalat sunnah (khusus). Dan dari penjelasan tersebut dapat dipahami pula bahwa boleh melakukan shalat sunnah dalam keadaan duduk namun hanya akan mendapatkan pahala setengah apabila dalam keadaan sehat. Tetapi apabila dalam keadaan sakit dan melakukan shalat dalam keadaan duduk maka akan mendapatkan pahala penuh. Hal ini merupakan penjelasan dari sebab-sebab ditetapkannya suatu hukum shalat sunnah sambil sambil duduk.[7]
Dengan demikian, apabila seseorang memang tidak mampu melakukan shalat sambil berdiri -mungkin karena sakit-, baik shalat fardhu atau shalat sunnat, lalu ia memilih shalat dengan duduk, maka ia tidak termasuk orang yang disebut-sebut dalam hadis tersebut. Maka pahala orang itu tetap penuh bukan separoh, sebab ia termasuk golongan orang yang memang boleh melakukan rukhshah atau keringanan syari’at.[8]
2. Membatasi pengertian hadits yang masih mutlaq.
Contoh dari asbab al-wurud yang berfungsi sebagai pembatasan terhadap pengertian mutlaq sebagaimana hadits berikut:
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم من سن فى الاسلام سنة حسنة فعمل بها بعده كتب له مثل اجر من عمل بها ولا ينقص من اجورهم شيء من سن فى الاسلام سنة سيئة فعمل بها بعده كتب عليه مثل وزر من عمل بها ولا ينقص من ازوارهم شيء
Artinya:
Rasulullah bersabda: barang siapa melakukan suatu sunnah hasanah (tradisi atau prilaku yang baik) dalam Islam, lalu sunnah itu diamalkan oleh orang-orang sesudahnya, maka ia akan mendapatkan pahalanya seperti pahala yang mereka lakukan, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Demikian pula sebaliknya, barang siapa yang melakukan suatu sunnah sayyi’ah (tradisi atau perilaku yang buruk) lalu diikuti orang-orang sesudahnya, maka ia akan ikut mendapatkan dosa mereka, tanpa mengurangi sedikit pun dosa yang mereka peroleh.
Asbab al-wurud hadits tersebut adalah ketika Rasulullah bersama-sama sahabat, tiba-tiba datanglah sekelompok orang yang kelihatan sangat susah dan kumuh. Ternyata mereka adalah orang-orang miskin, meliahat hal demikian Rasulullah merasa iba kepada mereka.Setelah shalat berjama’ah Rasulullah berpidato yang menganjurkan untuk berinfak.Mendengar hal tersebut seorang sahabat keluar dan membawa sekantong makanan untuk orang-orang miskin tersebut.Melihat hal tersebut maka Rasulullah bersabda sebagaimana hadits di atas.
Melihat asbab al-wurud di atas, kata sunnah yang masih bersifat mutlak (belum dijelaskan oleh pengertian tertentu) dapat disimpulkan adalah sunnah yang baik, dalam hal ini adalah bersedekah.[9]
3. Men-tafshil (merinci) hadits yang masih bersifat globab (umum).
. Contoh adalah Hadits yang berbunyi:
إن لله تعالى ملائكة في الأرض ينطق على ألسنة بني أدم بما في المرء من خير أو شر
“Sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi, yang dapat berbicara melalui mulut manusia mengenai kebaikan dan keburukan seseorang.” (HR. Hakim)
Dalam memahami Hadits tersebut, ternyata para sahabat merasa kesulitan, maka mereka bertanya: Ya Rasul !, Bagaimana hal itu dapat terjadi? Maka Nabi SAW menjelaskan lewat sabdanya yang lain sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Suatu ketika Nabi SAW bertemu dengan rombongan yang membawa jenazah. Para sahabat kemudian memberikan pujian terhadap jenazah tersebut, seraya berkata: “Jenazah itu baik”. Mendengar pujian tersebut, maka Nabi berkata: “wajabat”(pasti masuk surga) tiga kali. Kemudian Nabi SAW bertemu lagi dengan rombongan yang membawa jenazah lain. Ternyata para sahabat mencelanya, seraya berkata: “Dia itu orang jahat”. Mendengar pernyataan itu, maka Nabi berkata: “wajabat”. (pasti masuk neraka).
Ketika mendengar komentar Nabi SAW yang demikian, maka para sahabat bertanya: “Ya rasul !, mengapa terhadap jenazah pertama engkau ikut memuji, sedangkan terhadap jenazah kedua tuan ikut mencelanya. Engkau katakan kepada kedua jenazah tersebut: “wajabat”sampai tiga kali. Nabi menjawab: ia benar. Lalu Nabi berkata kepada Abu Bakar, wahai Abu Bakar sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi. Melalui mulut merekalah, malaikat akan menyatakan tentang kebaikan dan keburukan seseorang. (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi)
Dengan demikian, yang dimaksud dengan para malaikat Allah di bumi yang menceritakan tentang kebaikan keburukan seseorang adalah para sahabat atau orang-orang yang mengatakan bahwa jenazah ini baik dan jenzah itu jahat.[10]
4. Menentukan ada atau tidaknyanasikh-mansukh dalam suatu hadits.
Contoh asbab al-wurud yang berfungsi untuk menentukan adanya suatu nasikh – mansukh sebagaimana hadits berikut:
Hadits pertama:
افطر الحاجم و المحجوم
Artinya:
Batal puasa bagi orang yang membekam dan yang dibekam
Hadits kedua:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لا يفطر من قاء ولا من احتلم ولا من احتجم
Artinya
Rasulullah bersabda: Tidak batal puasa orang yang muntah, orang yang bermimpi kemudian keluar sperma dan orang yang berbekam.
Kedua hadits tersebut tampak saling bertentangan, yang pertama menyatakan bahwa orang yang membekam dan dibekam sama-sama batal puasanya.Sedangkan hadits kedua menyatakan sebaliknya.Menurut Imam Syafi’i dan Imam Ibn Hazm, hadits pertama sudah di-nasikh (dihapus) dengan hadits kedua.Karena hadits pertama lebih awal datangnya dari hadits kedua.[11]
4. Menjelaskan ‘illah (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hokum
Contoh hadis tentang khomr yang awalnya boleh untuk di minum, kemudian datang lagi hadis yang menjelaskan bahwa minum khomer tidak dianjurkan.Setelah itu datang lagi hadis yang menjelaskan bahwa minum khomer itu haram.
Asbabul wurud nya karena ada seorang imam yang mabuk saat berjamaah, sehingga menyebabkan semua bacaannya salah dan sholatnya jadi tidak sah.
6. Menjelaskan maksud suatu hadist yang masih musykil. (sulit dipahami atau janggal).
Contoh asbab al-wurud yang menjelaskan maksud hadits yang masihmusykil (sulit dipahami atau janggal) adalah sebagaimana hadits berikut:
من تشبه قوما فهو منهم
Artinya:
Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka termasuk golongan mereka.
Asbab al-wurud dari hadits ini adalah ketika dalam peperangan umat Islam dengan kaum kafir, Rasulullah kesulitan membedakan mereka mana yang teman dan mana yang lawan.Kemudian Rasulullah menginstruksikan kepada pasukan umat Islam agar memakai kode tertentu agar berbeda dengan musuh. Dan yang masih menggunakan kode seperti musuh akan kena panah kaum pasukan Islam.[12]
D. MACAM MACAM ASBABUL WURUDIL HADIS
Menurut imam as-Suyuthi asbabul wurud itu dapat dikatagorikan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Sebab yang berupa ayat al-Qur’an
Artinya di sini ayat al-Qur’an itu menjadi penyebab Nabi SAW.Mengeluarkan sabdanya. Contohnya antara lain firman Allah Swt. Yang berbunyi :
الذين أمنوا ولم يلبسوا إيمانهم بظلم أولئك لهم الأمن وهم مهتدون
“orang-orang yang beriman, dan mereka tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kedzaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu orang-orang yang mendapatkan petunjuk” (Q.S. Al-An’am: 82)
Ketika itu sebagian sahabat memahami kata “azh-zhulmu” dengan pengertian al jaur yang berarti berbuat aniaya atau melanggar aturan. Nabi SAW. Kemudian memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud “azh-zhulmu” dalam firman tersebut adalah asy-syirku yakni perbuatan syirik, sebagaimana yang disebutkan dalam surat al-Luqman:
إن الشرك لظلم عظيم
“sesungguhnya syirik itu merupakan kezhaliman yang besar.” (Q.S al-Luqman: 13)
2. Sebab yang berupa Hadis
Artinya pada waktu itu terdapat suatu Hadis, namun sebagian sahabat merasa kesulitan memahaminya, maka kemudian muncul Hadis lain yang memberikan penjelasan terhadap Hadis tersebut. Contoh adalah Hadis yang berbunyi:
إن لله تعالى ملائكة في الأرض ينطق على ألسنة بني أدم بما في المرء من خير أو شر
“sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi, yang dapat berbicara melalui mulut manusia mengenai kebaikan dan keburukan seseorang.” (HR. Hakim)
Dalam memahami Hadis tersebut, ternyata para sahabat merasa kesulitan, maka mereka bertanya: Ya rasul !, bagaimana hal itu dapat terjadi? Maka Nabi SAW menjelaskan lewat sabdanya yang lain sebagaimana Hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Suatu ketika Nabi SAW bertemu dengan rombongan yang membawa jenazah. Para sahabat kemudian memberikan pujian terhadap jenazah tersebut, seraya berkata: “Jenazah itu baik”. Mendengar pujian tersebut, maka Nabi berkata:“wajabat” (pasti masuk surga) tiga kali. Kemudian Nabi SAW bertemu lagi dengan rombongan yang membawa jenazah lain. Ternyata para sahabat mencelanya, seraya berkata: “Dia itu orang jahat”. Mendengar pernyataan itu, maka Nabi berkata: “wajabat”. (pasti masuk neraka).
Ketika mendengar komentar Nabi SAW yang demikian, maka para sahabat bertanya: “Ya rasul !, mengapa terhadap jenazah pertama engkau ikut memuji, sedangkan terhadap jenazah kedua tuan ikut mencelanya. Engkau katakan kepada ke
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat ALLAH SWT yang mana berkat rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ulumul hadits ini yang berjudul “sanad dan matan”.
Makalah ini merupakan hasil pengumpulan dari beberapa buku dan literatur dari internet yang berhubungan dengan makalah kami.
Kami menyadari bahwasanya makalah kami ini jauh dari kesempurnaan.Sebagai manusia yang mempunyai keterbatasan, kami menyadari adanya kekurangan pada makalah ini.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dan kami berharap agar makalah yang kita susun dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
HALAMAMAN JUDUL•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
KATA PENGANTAR•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
DAFTAR ISI••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
BAB I : PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah •••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Rumusan Masalah •••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
BAB II : KAJIAN TEORI
Pengertian Asbabul wurud hadis ••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Latar belakang pentingnya ilmu asbabul wurud hadis ••••••••••••••••••••••••
Fungsi atau implikasi ilmu asbabul wurud hadis••••••••••••••••••••••••••••••••
Macam macam asbabul wurud••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Cara mrngetahui asbabul wurud••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Contoh asbabul wurud••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Kita kitab yang membahas dan menghimpun asbabul wurud••••••••••••••••
BAB III : PENUTUP
Kesimpulan••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
DAFTAR PUSTAKA••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Hadis atau sunnah merupakan salah satu sumber ajaran islam yang menduduki posisi sangat signifikan, baik secara struktural maupun fungsional. Secara struktural menduduki posisi kedua setelah al-Qur’an, namun jika dilihat secara fungsional, ia merupakan bayan (eksplanasi) terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat ‘am (umum), mujmal (global) atau mutlaq. Secara tersirat, al-Qur’an-pun mendukung ide tersebut, antara lain firman Allah SWT:
وَأَنْزَلْنَاإِلَيْكَالذِّكْرَلِتُبَيِّنَلِلنَّاسِمَانُزِّلَإِلَيْهِمْوَلَعَلَّهُمْيَتَفَكَّرُوْنَ
“Dan kami turnkan al-Qur’an kepadamu (Muhammad) agar kamu menjelaskan kapada umat manusia apa yang telah diturunkan untuk mereka, dan supaya mereka memikirkan.”. (QS. An-Nahl 44)
Adanya perintah agar Nabi SAW.Menjelaskan kapada umat manusia mengenai al-Qur’an, baik melalui ucapan, perbuatan atau taqrirnya, dapat diartikan bahwa Hadis berfungsi sebagai bayan (penjelas) terhadap al-Qur’an.
Oleh karena itu tidaklah terlalu berlebihan jika kemudian Imam al-Auza’i pernah berkesimpulan bahwa al-Qur’an sesungguhnya lebih membutuhkan kepada al-Hadis daripada sebaliknya.Sebab secara tafshili (rinci) al-Qur’an masih perlu dijelaskan dengan Hadis.
Disamping sebagai bayan terhadap al-Qur’an, Hadis secara mandiri sesungguhnya dapat menetapkan suatu ketetapan yang belum diatur dalam al-Qur’an.Namun persoalannya adalah bahwa untuk memahami suatu Hadis dengan “baik”, tidaklah mudah.Untuk itu, diperlukan seperangkat metodologi dalam memahami Hadis.
Ketika kita mencoba memahami suatu Hadis, tidak cukup hanya melihat teks Hadisnya saja, khususnya ketika Hadis itu mempunyai asbabul wurud, melainkan kita harus melihat konteksnya. Dengan lain ungkapan, ketika kita ingin menggali pesan moral dari suatu Hadis, perlu memperhatikan konteks historitasnya, kepada siapa Hadis itu disampaikan Nabi, dalam kondisi sosio-kultural yang bagaimana Nabi waktu itu menyampaikannya. Tanpa memperhatikan konteks historisitasnya (baca: asbabul wurud) seseorang akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami makna suatu Hadis, bahkan ia dapat terperosok ke dalam pemahaman yang keliru. Itulah mengapa asbabul wurud menjadi sangat penting dalam diskursus ilmu Hadis, seperti pentingnya asbabun nuzul dalam kajian tafsir al-Qur’an.
Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa tidak semua Hadis mempunyai asbabul wurud.Sebagian Hadis mempunyai asbabul wurud khusus, tegas dan jelas, namun sebagian yang lain tidak.Untuk katagori pertama, mengetahui asbabul wurud mutlak diperlukan, agar terhindar dari kesalahpahaman (misunderstanding) dalam menangkap maksud suatu Hadis.Sedangkan untuk Hadis-Hadis yang tidak mempunyai asbabul wurud khusus, sebagai alternatifnya, kita dapat menggunakan pendekatan historis, sosiologis, antropologis atau bahkan pendekatan psikologis sebagai pisau analisis dalam memahami Hadis. Hal ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa Nabi SAW tidak mungkin berbicara dalam kondisi yang vakum historis dan hampa kultural.[1]
Dari latar belakang diatas. Penulis akan menjelaskan ilmu asbabul wurudil hadis. Dengan tujuan agar para pembaca dapat mengerti dan faham tentang ilmu asbabul wurudhil hadis. Oleh karena itu,penulis akan membahas dalam makalah yang berjudul “ ILMU ASBABUL WURUDIL HADIS “
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari asbabul wurudil hadis?
2. Apakah penting mempelajari ilmu asbabul wurudil hadis?
3. Apa fungsi asbabul wurudil hadis?
4. Apa saja macam macam asbabul wurudil hadis?
5. Bagaimana cara mengetahui asbabul wurudil hadis?
6. Contoh asbabul wurudil hadis?
7. Apa saja kitab kitab yang menjelaskan dan menghimpun tentang asbabul wurudil hadis?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ASBABUL WURUDIL HADIS
Secara Etimologis asbab al-wurud merupakan susunan idhafat yang berasal dari gabungan kata asbab dan al-wurud.Kata asbab merupakan bentuk jamak dari kata sabab yang berarti tali atau penghubung, yakni segala sesuatu yang lain, atau penyebab terjadinya sesuatu.Sedangkan kata wurud merupakan bentuk masdar dari kata warada-yaridu-wurudan, yang berarti datang atau samapai kepada sesuatu. Sehingga asbab al-wurud disini dapat diartikan sebagai sebab-sebab datangnya atau keluarnya hadits nabi.[2]
Sedangkan secara Istilah ada beberapa pengertian asbab al-wurud yang dapat kita ambil dari beberapa pakar hadits:
1. Menurut Hasby Ash-Shiddieqy asbab al-wurud adalah:
Ilmu yang menerangkan sebab-sebab nabi menurunkan sabdanya dan masa-masanya Nabi menurunkan itu.
2. Menurut Imam Jalaluddin Abdurrahman al-Sayuti pada kitabnya Al-Luma’ fi Asbab al-Wurud al-Hadits:
Sesuatu yang menjadi jalan untuk menentukan maksud suatu hadits yang bersifat umum atau khusus, mutlaq atau muqayyad, atau untuk menentukan ada tidaknya naskh (penghapusan) dalam suatu hadits, atau yang semisal dengan hal itu.
3. Abdul Mustakim mendefinisikan:
Ilmu yang menerangkan sebab-sebab dari masa Nabi menuturkan sabdanya. Atau ilmu yang mengkaji ttentang hal-hal yang terjadi di saat hadits di sampaikan, berupa peristiwa atau pertanyaan, yang hal itu dapat membantu atau menentukan maksud suatu hadits yang bersifat umum atau khusus, mutlaq atau muqayyad, atau untuk menentukan ada tidaknya naskh (penghapusan) dalam suatu hadits, atau yang semisal dengan hal itu.
Dari definisi –definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu asbab al-wurud adalah ilmu yang menjelaskan sebab-sebab keluarnya Hadits, baik berupa peristiwa atau keadaan yang terjadi, waktu maupun karena ada pertanyaan. Sehingga dapat memahami kejelasan hadits baik dari segi umum dan khusus, mutlaq atau muqayyad, atau untuk menentukan ada tidaknya naskh (penghapusan) dalam suatu hadits[3]
B. LATAR BELAKANG PENTINGNYA ILMU ASBABUL WURUDIL HADIST
Sebagai salah satu disiplin ilmu dalam studi hadis, asbabul wurud mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam rangka memahami maksud suatu hadis secara lebih baik. Pemahaman yang mengabaikan asbabul wurud, cenderung dapat terjebak kepada arti tekstual saja dan bahkan dapat membawa pemahaman yang keliru.[4]
Ketika kita mencoba memahami suatu Hadis, tidak cukup hanya melihat teks Hadisnya saja, khususnya ketika Hadis itu mempunyai asbabul wurud, melainkan kita harus melihat konteksnya. Dengan lain ungkapan, ketika kita ingin menggali pesan moral dari suatu Hadis, perlu memperhatikan konteks historitasnya, kepada siapa Hadis itu disampaikan Nabi, dalam kondisi sosio-kultural yang bagaimana Nabi waktu itu menyampaikannya. Tanpa memperhatikan konteks historisitasnya (baca: asbabul wurud) seseorang akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami makna suatu Hadis, bahkan ia dapat terperosok ke dalam pemahaman yang keliru. Itulah mengapa asbabul wurud menjadi sangat penting dalam diskursus ilmu Hadis, seperti pentingnya asbabun nuzul dalam kajian tafsir al-Qur’an.[5]
Dalam kaitannya dengan Asbâb al-Nuzûl/Asbâb al-Wurûd sebagaian kecil ulama mengemukakan kaedah yang menjadi patokan dalam memahami teks adalah sebab khususnya, bukan keumuman teksnya). Setiap Asbâb al-Nuzûl/Asbâb al-Wurûd mencakup 3 (tiga) hal pokok, yaitu : (a) peristiwa, (b) pelaku dan (c) waktu dan tempat. Tidak mungkin kita akan mampu menggambarkan adanya sesuatu peristiwa yang terjadi dalam kurun waktu tertentu di tempat tertentu dan tanpa memahami siapa pelakunya.[6]
C. IMPLIKASI ATAU FUNGSI ASBABUL WURUDIL HADIS
Dari pengertian asbab al-wurud di atas maka dapat dilihat ada beberapa fungsi dari asbab al-wurud ini, yaitu:
1. Menentukan adanya takhshish hadits yang bersifat umum.
Contoh dari fungsi asbab al-wurud sebagai takhsis terhadap sesuatu yang masih bersifat umum dan juga menjelaskan ‘illah (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum, misalnya hadits:
صلاةالقاعدعلىالنصفمنصلاةالقائم
Artinya:
Shalat orang yang sambil duduk pahalanya setengah dari orang yang shalat sambil berdiri.
Asbab al-wurud dari hadits di atas adalah ketika penduduk Mandinah sedang terjangkit suatu wabah penyakit. Kebanyakan para sahabat melakukan shalat sunnah sambil duduk. Ketika itu Rasulullah datang menjenguk dan mengetahui bahwa para sahabat suka melakukan shalat sunnah sambil duduk walaupun dalam keadaan sehat. Kemudian Rasulullah bersabda sebagaimana hadits di atas. Mendengarkan sabda Rasulullah para sahabat yang tidak sakit kemudian shalat sunnah dalam berdiri.
Dari asbab al-wurud tersebut maka dapat dipahami bahwa kata “shalat” (yang masih bersifat umum pada hadist tersebut) adalah sahalat sunnah (khusus). Dan dari penjelasan tersebut dapat dipahami pula bahwa boleh melakukan shalat sunnah dalam keadaan duduk namun hanya akan mendapatkan pahala setengah apabila dalam keadaan sehat. Tetapi apabila dalam keadaan sakit dan melakukan shalat dalam keadaan duduk maka akan mendapatkan pahala penuh. Hal ini merupakan penjelasan dari sebab-sebab ditetapkannya suatu hukum shalat sunnah sambil sambil duduk.[7]
Dengan demikian, apabila seseorang memang tidak mampu melakukan shalat sambil berdiri -mungkin karena sakit-, baik shalat fardhu atau shalat sunnat, lalu ia memilih shalat dengan duduk, maka ia tidak termasuk orang yang disebut-sebut dalam hadis tersebut. Maka pahala orang itu tetap penuh bukan separoh, sebab ia termasuk golongan orang yang memang boleh melakukan rukhshah atau keringanan syari’at.[8]
2. Membatasi pengertian hadits yang masih mutlaq.
Contoh dari asbab al-wurud yang berfungsi sebagai pembatasan terhadap pengertian mutlaq sebagaimana hadits berikut:
قالرسولاللهصلىاللهعليهوسلممنسنفىالاسلامسنةحسنةفعملبهابعدهكتبلهمثلاجرمنعملبهاولاينقصمناجورهمشيءمنسنفىالاسلامسنةسيئةفعملبهابعدهكتبعليهمثلوزرمنعملبهاولاينقصمنازوارهمشيء
Artinya:
Rasulullah bersabda: barang siapa melakukan suatu sunnah hasanah (tradisi atau prilaku yang baik) dalam Islam, lalu sunnah itu diamalkan oleh orang-orang sesudahnya, maka ia akan mendapatkan pahalanya seperti pahala yang mereka lakukan, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Demikian pula sebaliknya, barang siapa yang melakukan suatu sunnah sayyi’ah (tradisi atau perilaku yang buruk) lalu diikuti orang-orang sesudahnya, maka ia akan ikut mendapatkan dosa mereka, tanpa mengurangi sedikit pun dosa yang mereka peroleh.
Asbab al-wurud hadits tersebut adalah ketika Rasulullah bersama-sama sahabat, tiba-tiba datanglah sekelompok orang yang kelihatan sangat susah dan kumuh. Ternyata mereka adalah orang-orang miskin, meliahat hal demikian Rasulullah merasa iba kepada mereka.Setelah shalat berjama’ah Rasulullah berpidato yang menganjurkan untuk berinfak.Mendengar hal tersebut seorang sahabat keluar dan membawa sekantong makanan untuk orang-orang miskin tersebut.Melihat hal tersebut maka Rasulullah bersabda sebagaimana hadits di atas.
Melihat asbab al-wurud di atas, kata sunnah yang masih bersifat mutlak (belum dijelaskan oleh pengertian tertentu) dapat disimpulkan adalah sunnah yang baik, dalam hal ini adalah bersedekah.[9]
3. Men-tafshil (merinci) hadits yang masih bersifat globab (umum).
. Contoh adalah Hadits yang berbunyi:
إنللهتعالىملائكةفيالأرضينطقعلىألسنةبنيأدمبمافيالمرءمنخيرأوشر
“Sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi, yang dapat berbicara melalui mulut manusia mengenai kebaikan dan keburukan seseorang.” (HR. Hakim)
Dalam memahami Hadits tersebut, ternyata para sahabat merasa kesulitan, maka mereka bertanya: Ya Rasul !, Bagaimana hal itu dapat terjadi? Maka Nabi SAW menjelaskan lewat sabdanya yang lain sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Suatu ketika Nabi SAW bertemu dengan rombongan yang membawa jenazah. Para sahabat kemudian memberikan pujian terhadap jenazah tersebut, seraya berkata: “Jenazah itu baik”. Mendengar pujian tersebut, maka Nabi berkata: “wajabat” (pasti masuk surga) tiga kali. Kemudian Nabi SAW bertemu lagi dengan rombongan yang membawa jenazah lain. Ternyata para sahabat mencelanya, seraya berkata: “Dia itu orang jahat”. Mendengar pernyataan itu, maka Nabi berkata: “wajabat”. (pasti masuk neraka).
Ketika mendengar komentar Nabi SAW yang demikian, maka para sahabat bertanya: “Ya rasul !, mengapa terhadap jenazah pertama engkau ikut memuji, sedangkan terhadap jenazah kedua tuan ikut mencelanya. Engkau katakan kepada kedua jenazah tersebut: “wajabat” sampai tiga kali. Nabi menjawab: ia benar. Lalu Nabi berkata kepada Abu Bakar, wahai Abu Bakar sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi. Melalui mulut merekalah, malaikat akan menyatakan tentang kebaikan dan keburukan seseorang. (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi)
Dengan demikian, yang dimaksud dengan para malaikat Allah di bumi yang menceritakan tentang kebaikan keburukan seseorang adalah para sahabat atau orang-orang yang mengatakan bahwa jenazah ini baik dan jenzah itu jahat.[10]
4. Menentukan ada atau tidaknya nasikh-mansukh dalam suatu hadits.
Contoh asbab al-wurud yang berfungsi untuk menentukan adanya suatu nasikh – mansukh sebagaimana hadits berikut:
Hadits pertama:
افطرالحاجموالمحجوم
Artinya:
Batal puasa bagi orang yang membekam dan yang dibekam
Hadits kedua:
قالرسولاللهصلىاللهعليهوسلملايفطرمنقاءولامناحتلمولامناحتجم
Artinya
Rasulullah bersabda: Tidak batal puasa orang yang muntah, orang yang bermimpi kemudian keluar sperma dan orang yang berbekam.
Kedua hadits tersebut tampak saling bertentangan, yang pertama menyatakan bahwa orang yang membekam dan dibekam sama-sama batal puasanya.Sedangkan hadits kedua menyatakan sebaliknya.Menurut Imam Syafi’i dan Imam Ibn Hazm, hadits pertama sudah di-nasikh (dihapus) dengan hadits kedua. Karena hadits pertama lebih awal datangnya dari hadits kedua.[11]
4. Menjelaskan ‘illah (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hokum
Contoh hadis tentang khomr yang awalnya boleh untuk di minum, kemudian datang lagi hadis yang menjelaskan bahwa minum khomer tidak dianjurkan.Setelah itu datang lagi hadis yang menjelaskan bahwa minum khomer itu haram.
Asbabul wurud nya karena ada seorang imam yang mabuk saat berjamaah, sehingga menyebabkan semua bacaannya salah dan sholatnya jadi tidak sah.
6. Menjelaskan maksud suatu hadist yang masih musykil. (sulit dipahami atau janggal).
Contoh asbab al-wurud yang menjelaskan maksud hadits yang masih musykil (sulit dipahami atau janggal) adalah sebagaimana hadits berikut:
منتشبهقومافهومنهم
Artinya:
Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka termasuk golongan mereka.
Asbab al-wurud dari hadits ini adalah ketika dalam peperangan umat Islam dengan kaum kafir, Rasulullah kesulitan membedakan mereka mana yang teman dan mana yang lawan.Kemudian Rasulullah menginstruksikan kepada pasukan umat Islam agar memakai kode tertentu agar berbeda dengan musuh. Dan yang masih menggunakan kode seperti musuh akan kena panah kaum pasukan Islam.[12]
D. MACAM MACAM ASBABUL WURUDIL HADIS
Menurut imam as-Suyuthi asbabul wurud itu dapat dikatagorikan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Sebab yang berupa ayat al-Qur’an
Artinya di sini ayat al-Qur’an itu menjadi penyebab Nabi SAW.Mengeluarkan sabdanya. Contohnya antara lain firman Allah Swt. Yang berbunyi :
الذينأمنواولميلبسواإيمانهمبظلمأولئكلهمالأمنوهممهتدون
“orang-orang yang beriman, dan mereka tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kedzaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu orang-orang yang mendapatkan petunjuk” (Q.S. Al-An’am: 82)
Ketika itu sebagian sahabat memahami kata “azh-zhulmu” dengan pengertian al jaur yang berarti berbuat aniaya atau melanggar aturan. Nabi SAW. Kemudian memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud “azh-zhulmu” dalam firman tersebut adalah asy-syirku yakni perbuatan syirik, sebagaimana yang disebutkan dalam surat al-Luqman:
إنالشركلظلمعظيم
“sesungguhnya syirik itu merupakan kezhaliman yang besar.” (Q.S al-Luqman: 13)
2. Sebab yang berupa Hadis
Artinya pada waktu itu terdapat suatu Hadis, namun sebagian sahabat merasa kesulitan memahaminya, maka kemudian muncul Hadis lain yang memberikan penjelasan terhadap Hadis tersebut. Contoh adalah Hadis yang berbunyi:
إنللهتعالىملائكةفيالأرضينطقعلىألسنةبنيأدمبمافيالمرءمنخيرأوشر
“sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi, yang dapat berbicara melalui mulut manusia mengenai kebaikan dan keburukan seseorang.” (HR. Hakim)
Dalam memahami Hadis tersebut, ternyata para sahabat merasa kesulitan, maka mereka bertanya: Ya rasul !, bagaimana hal itu dapat terjadi? Maka Nabi SAW menjelaskan lewat sabdanya yang lain sebagaimana Hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Suatu ketika Nabi SAW bertemu dengan rombongan yang membawa jenazah. Para sahabat kemudian memberikan pujian terhadap jenazah tersebut, seraya berkata: “Jenazah itu baik”. Mendengar pujian tersebut, maka Nabi berkata: “wajabat” (pasti masuk surga) tiga kali. Kemudian Nabi SAW bertemu lagi dengan rombongan yang membawa jenazah lain. Ternyata para sahabat mencelanya, seraya berkata: “Dia itu orang jahat”. Mendengar pernyataan itu, maka Nabi berkata: “wajabat”. (pasti masuk neraka).
Ketika mendengar komentar Nabi SAW yang demikian, maka para sahabat bertanya: “Ya rasul !, mengapa terhadap jenazah pertama engkau ikut memuji, sedangkan terhadap jenazah kedua tuan ikut mencelanya. Engkau katakan kepada kedua jenazah tersebut: “wajabat” sampai tiga kali. Nabi menjawab: ia benar. Lalu Nabi berkata kepada Abu Bakar, wahai Abu Bakar sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi. Melalui mulut merekalah, malaikat akan menyatakan tentang kebaikan dan keburukan seseorang. (HR. al-Hakim dan al-Baihaqi)
Dengan demikian, yang dimaksud dengan para malaikat Allah di bumi yang menceritakan tentang kebaikan keburukan seseorang adalah para sahabat atau orang-orang yang mengatakan bahwa jenazah ini baik dan jenzah itu jahat.
3. Sebab yang berupa perkaitan yang berkaitan dengan para pendengar dikalangan sahabat
Sebagai contoh adalah persoalan yang berkaitan dengan sahabat Syuraid Bin Suwaid ats-Tsaqafi. Pada waktu Fath makkah (pembukaan kota makkah) beliau pernah datang kepada nabi SAW seraya berkata: “Saya Bernazar Akan Shalat Dibaitul Maqdis”. Mendengar pernyataan sahabat tersebut, lalu Nabi berssabda: “Shalat Di Sini, yakni masjidil haram itu lebih utama”. Nabi SAW lalu bersabda: “Demi Dzat yang Jiwaku Berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya kamu shalat disini (Masjid Al-Haram Makkah), maka sudah mencukupi bagimu untuk memnuhi nazarmu”. Kemudian Nabi SAW, bersabda lagi: “Shalat Dimasjid Ini, Yaitu Masjid Al-Haram Itu Lebih Lebih Utama Dari Pada 100 000 Kali Shalat Di Selain Masjid Al-Haram”. (H.R. Abdurrazzaq Dalam Kitab Al-Mushannafnya[13]
E. CARA MENGETAHUI ASBABUL WURUD
Diantara beberapa cara mengetahui asbab al-wurud dari hadits-hadits adalah sebagai berikut:
1. Asbab al-wurud dapat dilihat pada hadits tersebut, karena asbab al-wurud terdapat pada hadits itu sendiri.
Contoh:
انهقيللرسولاللهصلىاللهعليهوسلماتوضأمنبئربضاعة , وهيبئريطرحفيهالحيض , ولحمالكلبوالنتنفقال : الماءطهورلاينجسهشئ
Artinya:
Bahwa beliau pernah ditanya oleh seseorang tentang perbuatan yang dilakukan Rasulullah: Apakan tuan mengambil air wudhu dari sumur Budho’ah, yakni sumur yang dituangi darah, daging anjing dan barang-barang busuk? Jawab Rasululla: Air itu suci, tidak ada sesuatu yang menjadikannya najis.
2. Asbab al-wurud yang dapat dilihat pada hadits lain, karena asbab al-wurud hadits tersebut tidak tercantum pada haditsnya sendiri.
Contoh dalam hal ini adalah pada hadits tentang Niat dan hijrah berikut ini:
…ومنكانتهجرتهلدنيايصيبهااوامرأةينكحهافهجرتهالىماهاجراليه.
Artinya:
“…Barang siapa yang hijrahnya karena untuk mendapatkan keduniaan atau perempuan yang bakal dinikahinya, maka hijrahnya itu hanya kepada apa yang diniatkannya saja.”
Asbab al-wurud pada hadits tersebut tidak terdapat pada hadits itu sendiri, namun terdapat pada hadits lain, yaitu pada hadits yang ditakhrijkan oleh Al-Thabarany yang bersanad tsiqah dari Ibnu Mas’ud berikut ini:
كانبيننارجلخطبامرأةيقاللها ( امقيش ) , فأبتانيتزوجهاحتىيهاجر , فهاجرفتزوجها . كنانسميه ( مهاجرامقيش )
Artinya:
Konon pada jama’ah kami terdapat seorang laki-laki yang melamar seorang perempuan yang bernama Ummul Qais.Tetapi perempuan itu menolak untuk dinikahinya, kalau laki-laki pelamar tersebut enggan berhijarh ke Madinah. Maka ia lalu hijrah dan kemudian menikahinya. Kami namai laki-laki itu Muhajir Ummi Qais”[14]
3. Asbab al-Wurud dapat dilihat pada aqwal shahabat atau informasi shahabat.
Contoh pada hal ini dapat kita lihat pada hadits berikut:
الميتيعذبببكاءاهلهعليه
Artinya:
Si Mayyit akan diazab dengan sebab tangisan keluarga atasnya.
Asbab al-wurud pada hadits ini terdapat pada penjelasan Aisyah bahwa ketika jenazah orang Yahudi melewati Rasulullah, mereka menangisi mayyit tersebut sehingga Rasulullah bersabda demikian.Hal ini karena disebabkan pada tradisi menangisi mayyit orang Yahudi ketika itu dengan ratapan, mencakar atau menampari wajah sendiri atau pun menyobek-nyobek baju, sehingga menggambarkan ketidakrelaan dengan takdir kematian tersebut.Sedangkan tangisan dengan wajar sebagai bentuk belasungkawa diperbolehkan.
4. Asbab al-wurud melalui ijtihad, hal ini dilakukan apabila ada ditemukan riwayat yang jelas mengenai asbab al-wurud. Ijtihad ini dilakukan dengan cara melihat sejarah sehingga mampu menghubungkan antara ide dalam teks hadits dengan konteks munculnya hadits.
Contoh hadits:
قالرسولاللهصلىاللهعليهوسلملنيفلحقومولواامرهمامرأة
Artinya:
Rasulullah bersabda: Tidak akan sukses suatu kaum yang menyerahkan urusannya (untuk memimpin) mereka kepada perempuan.[15]
F. CONTOH ASBABUL WURUDIL HADIS
1. Contoh: tentang Syafa’at
أتانيأتٍمنعندربيّفخَيَّرَنيِبيْنَأنيُدْخِلَنصف ّأمتيالجنةوبينالشفاعة)
Artinya: telah datang kepadaku Malaikat dari Tuhanku azza wazalla yang menyuruh aku memilih diantara separuh umatku masuk surga atau syafa’at.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Musa Al-‘As’ari menurut penilaian Al-Haitsami, orang orang yang meriwayatkan hadits ini adalah tsiqat (dapat dipercaya)
asbabul wurud
Dijelaskan dalam musnad imam ahmad bersumber dari abu Musa Al-‘As’ari : kami telah bertempur melawan musuh bersama Nabi SAW kemudian kami bersama beliau turun untuk istirahat. Pada suatu malam aku terbangun, namun beliau tidak ada .aku mencari tetapi yang muncul adalah seorang sahabat yang juga mencari beliau . untunglah tiba-tiba Nabi datang menuju kami seraya bersabda; Engkau berada di daerah perang, maka jika engkau akan pergi karena karena suatu keperluan, katakanlah kepada yang lainnya sehingga ia menemanimu. Kemudian Rasulullah bercerita : aku telah mendengar suara seperti gemuruhnya suara lebah dan datanglah seorang malaikat yang menyuruh aku dst.
Keterangan
Yang datang kepada nabi adalah malaikat pembawa kabar gembira yang menerangkan bahwa nabi boleh memilih diantara dua yang beliau sukai yakni separuh umatnya masuk surga atau hak syafaat. Beliau memilih syafaat sehingga seluruh umat beliau akan masuk surga asalkan tidak berbuat syirik
2. Tentang Konsentrasi
إذاكتبتفَضعْقلمكعلىاذُنِكَفإنّهأَذْكرلك
Artinya jika engkau menulis letakkan penamu diatas kupinglu sebab dengan demikian engkau lebih ingat.
Diriwayatkan oleh al khatib dalam tarikhnya dari anas bin malik
Sababul wurudnya adalah kata anas, muawiyah salah satu seorang penulis wahyu jika ia lengah atau lupa mencatat wahyu yang diterimanya dari nabi ia meletakkan penanya kedalam mulutnya. Maka bersabdalah rasulullah: jika engkau menulis, letakkan penamu di telingamu
Keterangan
Hadits ini mengisyaratkan perlunya persiapan dan pemusatan pikiran di saat menulis dan mempelajari ilmu.
3. Tentang Menziarahi kubur
إنينهيتكمعنزيارةالقبورفزورهاوَلْتزِدكمزيارتُهاأجرا
“Sesungguhnya aku pernah melarang kamu menziarahi kubur maka sekarang ziarahilah dan tambahilah pahala kamu dengan menziarahinya”.
Diriwayatkan oleh Thahawi dalam al-atsar dari buraidah r.a dan dari sa’id berbunyi: arabny (aku larang kamu menziarahi kubur maka sekarang ziarahilah karena sesunggunya dalam menziarahi kubur itu terdapat pelajaran
asbabul wurud
Kata Burairah: kami bersaama rosul dalam suatu perjalanan. Kami singgah, sedangkan jumlah kami semuanya hampir 1.000 orang. Beliau mengerjakan shalat dua rakaat bersama kami.Kemudian beliau menghadapkan mukanya kepada kami.Air maya beliau mengalir membasahi pipi.Umar pun berdiri dan bersedia menggantikannya (segala apayang dihadapi nabi dengan dirinya. Umar bertanya: apa yang engkau rasakan wahai rasul: beliau menerangkan : sesungguhnya ku mohon izin kepada allah untuk mendo’akan keampunan kepada ibuku (istighfar) , tetapi Tuhan tidak mengizinkanku. Maka mengalirlah air mataku sebagai tanda kasih sayang kepadanya (yang melepaskannya) dari api neraka. Sesungguhnya aku pernah melarang kamu….dst.[16]
G. KITAB KITAB YANG MEMBAHAS DAN MENGHIMPUN ASBABUL WURUDIL HADIS
Ilmu mengenai asbabul wurud al-hadis ini sebenarnya telah ada sejak zaman sahabat.Hanya saja ilmu ini belum tersusun secara sistematis dalam suatu bentuk kitab-kitab.Demikian kesimpulan as-Suyuthi dalam al-Luma’ fi Asbabi wurud al-hadis.Namun kemudian, seiring dengan perkembangan dunia keilmuan waktu itu, ilmu asbab al-wurud menjadi berkembang.Para ulama ahli hadis rupa-rupanya merasakan perlunya disusun suatu kitab secara tersendiri mengenai asbabul wurud.
Adapun kitab-kitab yang banyak berbicara mengenai asbabul wurud antara lain adalah:
1. Asbabu wurud al-Hadis karya Abu hafs al-Ukbari (w. 339 H.), namun sayang kitab tersebut tidak dapat sampai ke tangan kita.
2. Asbabu wurud al-hadis karya Abu Hamid Abdul Jalil Al-Jabari. Kitab tersebut juga tidak sempat sampai ketangan kita.
3. Asbabu Wurud al-Hadis atau yang disebut juga al-Luma’ fi Asbab Wurudil hadis, karya Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthi.Kitab tersebut sudah ditahqiq oleh Yahya Ismail Ahmad.
4. Al-Bayan wa at-Ta’rif karya Ibnu Hamzah Al-Husaini ad-Damasyqi (w.1110 H.)[17]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian yang telah kami jelaskan di depan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan :
ilmu asbab al-wurud adalah ilmu yang menjelaskan sebab-sebab keluarnya Hadits, baik berupa peristiwa atau keadaan yang terjadi, waktu maupun karena ada pertanyaan. Sehingga dapat memahami kejelasan hadits baik dari segi umum dan khusus, mutlaq atau muqayyad, atau untuk menentukan ada tidaknya naskh (penghapusan) dalam suatu hadits
Sebagai salah satu disiplin ilmu dalam studi hadis, asbabul wurud mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam rangka memahami maksud suatu hadis secara lebih baik.Pemahaman yang mengabaikan asbabul wurud, cenderung dapat terjebak kepada arti tekstual saja dan bahkan dapat membawa pemahaman yang keliru.
Fungsi asbabul wurudil hadis ;
1. Menentukan adanya takhshish hadits yang bersifat umum.
2. Membatasi pengertian hadits yang masih mutlaq.
3. Men-tafshil (merinci) hadits yang masih bersifat globab (umum).
4. Menentukan ada atau tidaknya nasikh-mansukh dalam suatu hadits.
5. Menjelaskan ‘illah (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum
6. Menjelaskan maksud suatu hadist yang masih musykil. (sulit dipahami atau janggal).
Menurut imam as-Suyuthi asbabul wurud itu dapat dikatagorikan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Sebab yang berupa ayat al-Qur’an
2. Sebab yang berupa hadist\
3. Sebab yang berupa perkaitan dengan para pendengar di kalangan sahabat
Diantara beberapa cara mengetahui asbab al-wurud dari hadits-hadits adalah sebagai berikut:
1. Asbab al-wurud dapat dilihat pada hadits tersebut, karena asbab al-wurud terdapat pada hadits itu sendiri.
2. Asbab al-wurud yang dapat dilihat pada hadits lain, karena asbab al-wurud hadits tersebut tidak tercantum pada haditsnya sendiri.
3. Asbab al-Wurud dapat dilihat pada aqwal shahabat atau informasi shahabat.
4. Asbab al-wurud melalui ijtihad,
Contoh dalalah :
Tentang Menziarahi kubur
إنينهيتكمعنزيارةالقبورفزورهاوَلْتزِدكمزيارتُهاأجرا
“Sesungguhnya aku pernah melarang kamu menziarahi kubur maka sekarang ziarahilah dan tambahilah pahala kamu dengan menziarahinya”.
Diriwayatkan oleh Thahawi dalam al-atsar dari buraidah r.a dan dari sa’id berbunyi: arabny (aku larang kamu menziarahi kubur maka sekarang ziarahilah karena sesunggunya dalam menziarahi kubur itu terdapat pelajaran
asbabul wurud
Kata Burairah: kami bersaama rosul dalam suatu perjalanan. Kami singgah, sedangkan jumlah kami semuanya hampir 1.000 orang. Beliau mengerjakan shalat dua rakaat bersama kami.Kemudian beliau menghadapkan mukanya kepada kami.Air maya beliau mengalir membasahi pipi.Umar pun berdiri dan bersedia menggantikannya (segala apayang dihadapi nabi dengan dirinya. Umar bertanya: apa yang engkau rasakan wahai rasul: beliau menerangkan : sesungguhnya ku mohon izin kepada allah untuk mendo’akan keampunan kepada ibuku (istighfar) , tetapi Tuhan tidak mengizinkanku. Maka mengalirlah air mataku sebagai tanda kasih sayang kepadanya (yang melepaskannya) dari api neraka. Sesungguhnya aku pernah melarang kamu….dst.
Adapun kitab-kitab yang banyak berbicara mengenai asbabul wurud antara lain adalah:
1. Asbabu wurud al-Hadis karya Abu hafs al-Ukbari (w. 339 H.), namun sayang kitab tersebut tidak dapat sampai ke tangan kita.
2. Asbabu wurud al-hadis karya Abu Hamid Abdul Jalil Al-Jabari. Kitab tersebut juga tidak sempat sampai ketangan kita.
3. Asbabu Wurud al-Hadis atau yang disebut juga al-Luma’ fi Asbab Wurudil hadis, karya Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthi.Kitab tersebut sudah ditahqiq oleh Yahya Ismail Ahmad.
4. Al-Bayan wa at-Ta’rif karya Ibnu Hamzah Al-Husaini ad-Damasyqi (w.1110 H.)
DAFTAR PUSTAKA
Fathur.“ asbabul wurud “.. http://fathur10.wordpress.com/2010/04/27
Hady.“ asbab al wurud “.http://hady412.wordpress.com/2011/03/20
Kangmuz.”asbabul wurud dalam memahami suatu hadist”.http://kangmuz.wordpress.com/2011/07/29
Tp.” ilmu asbabul wurud “. http://software-pesantren.blogspot.com
Zein,Muhammad Ma’shum.2007.ulumul hadis dan musthala’ah hadis.jakarta:sinar abadi.
Khatib,Muhammad ajaj.2007.ushul al hadis.jakarta:gaya gramedia pratama
[1] Fathur. “ asbabul wurud “.. http://fathur10.wordpress.com/2010/04/27
[2] Zein,Muhammad ma’shum:2007:109
[3] Hady. “ asbab al wurud “.http://hady412.wordpress.com/2011/03/20
[4] Father.”asbabul wurud”.http://father10.wordpress.com/2010/04/27
[5] Kangmuz.”asbabul wurud dalam memahami suatu hadist”.http://kangmuz.wordpress.com/2011/07/29
[6] Tp.” ilmu asbabul wurud “. http://software-pesantren.blogspot.com
[7] Hady. “ asbab al wurud “. http://hady412.wordpress.com/2011/03/20
[8] Kangmuz. “ asbabul wurud dalam memahami suatu hadis”.http://kangmuz.wordpress.com/2011/07/29/
[9] Hady. “ asbab al wurud “. http://hady412.wordpress.com/2011/03/20
[10] Kangmuz. “ asbabul wurud dalam memahami suatu hadis”. http://kangmuz.wordpress.com/2011/07/29
[11] Hady. “ asbab al wurud “. http://hady412.wordpress.com/2011/03/20
[12] Hady. “ asbab al wurud “. http://hady412.wordpress.com/2011/03/20
[13] Father. “ asbabul wurud “.http://fathur10.wordpress.com/2010/04/27/
[14] Zein,Muhammad ma’shum:2007:110
[15] Hady. “ asbab al wurud “. http://hady412.wordpress.com/2011/03/20
[16] Kangmuz. “ asbabul wurud dalam memahami suatu hadis”.http://kangmuz.wordpress.com/2011/07/29/
[17] Khatib,Muhammad:2007:201
DAFTAR PUSTAKA
Fathur.“ asbabul wurud “.. http://fathur10.wordpress.com/2010/04/27
Hady.“ asbab al wurud “.http://hady412.wordpress.com/2011/03/20
Kangmuz.”asbabul wurud dalam memahami suatu hadist”.http://kangmuz.wordpress.com/2011/07/29
Tp.” ilmu asbabul wurud “. http://software-pesantren.blogspot.com
Zein,Muhammad Ma’shum.2007.ulumul hadis dan musthala’ah hadis.jakarta:sinar abadi.
Khatib,Muhammad ajaj.2007.ushul al hadis.jakarta:gaya gramedia pratamadua jenazah tersebut:“wajabat” sampai tiga kali. Nabi menjawab: ia benar. Lalu Nabi berkata kepada Abu Bakar, wahai Abu Bakar sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi. Melalui mulut merekalah, malaikat akan menyatakan tentang kebaikan dan keburukan seseorang. (HR. al-Hakim dan al-Baihaqi)
Dengan demikian, yang dimaksud dengan para malaikat Allah di bumi yang menceritakan tentang kebaikan keburukan seseorang adalah para sahabat atau orang-orang yang mengatakan bahwa jenazah ini baik dan jenzah itu jahat.
3. Sebab yang berupa perkaitan yang berkaitan dengan para pendengar dikalangan sahabat
Sebagai contoh adalah persoalan yang berkaitan dengan sahabat Syuraid Bin Suwaid ats-Tsaqafi. Pada waktu Fath makkah(pembukaan kota makkah) beliau pernah datang kepada nabi SAW seraya berkata: “Saya Bernazar Akan Shalat Dibaitul Maqdis”.Mendengar pernyataan sahabat tersebut, lalu Nabi berssabda: “Shalat Di Sini, yakni masjidil haram itu lebih utama”. Nabi SAW lalu bersabda: “Demi Dzat yang Jiwaku Berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya kamu shalat disini (Masjid Al-Haram Makkah), maka sudah mencukupi bagimu untuk memnuhi nazarmu”. Kemudian Nabi SAW, bersabda lagi: “Shalat Dimasjid Ini, Yaitu Masjid Al-Haram Itu Lebih Lebih Utama Dari Pada 100 000 Kali Shalat Di Selain Masjid Al-Haram”. (H.R. Abdurrazzaq Dalam Kitab Al-Mushannafnya[13]
E. CARA MENGETAHUI ASBABUL WURUD
Diantara beberapa cara mengetahui asbab al-wurud dari hadits-hadits adalah sebagai berikut:
1. Asbab al-wurud dapat dilihat pada hadits tersebut, karena asbab al-wurudterdapat pada hadits itu sendiri.
Contoh:
انه قيل لرسول الله صلى الله عليه وسلم اتوضأ من بئر بضاعة , وهي بئر يطرح فيه الحيض , ولحم الكلب و النتن فقال : الماء طهور لا ينجسه شئ
Artinya:
Bahwa beliau pernah ditanya oleh seseorang tentang perbuatan yang dilakukan Rasulullah: Apakan tuan mengambil air wudhu dari sumur Budho’ah, yakni sumur yang dituangi darah, daging anjing dan barang-barang busuk? Jawab Rasululla: Air itu suci, tidak ada sesuatu yang menjadikannya najis.
2. Asbab al-wurud yang dapat dilihat pada hadits lain, karena asbab al-wurudhadits tersebut tidak tercantum pada haditsnya sendiri.
Contoh dalam hal ini adalah pada hadits tentang Niat dan hijrah berikut ini:
… ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها او امرأة ينكحها فهجرته الى ما هاجر اليه.
Artinya:
“… Barang siapa yang hijrahnya karena untuk mendapatkan keduniaan atau perempuan yang bakal dinikahinya, maka hijrahnya itu hanya kepada apa yang diniatkannya saja.”
Asbab al-wurud pada hadits tersebut tidak terdapat pada hadits itu sendiri, namun terdapat pada hadits lain, yaitu pada hadits yang ditakhrijkan oleh Al-Thabarany yang bersanad tsiqah dari Ibnu Mas’ud berikut ini:
كان بيننا رجل خطب امرأة يقال لها ( ام قيش ) , فأبت ان يتزوجها حتى يهاجر , فهاجر فتزوجها . كنا نسميه ( مهاجر ام قيش )
Artinya:
Konon pada jama’ah kami terdapat seorang laki-laki yang melamar seorang perempuan yang bernama Ummul Qais.Tetapi perempuan itu menolak untuk dinikahinya, kalau laki-laki pelamar tersebut enggan berhijarh ke Madinah. Maka ia lalu hijrah dan kemudian menikahinya. Kami namai laki-laki itu Muhajir Ummi Qais”[14]
3. Asbab al-Wurud dapat dilihat pada aqwal shahabat atau informasi shahabat.
Contoh pada hal ini dapat kita lihat pada hadits berikut:
الميت يعذب ببكاء اهله عليه
Artinya:
Si Mayyit akan diazab dengan sebab tangisan keluarga atasnya.
Asbab al-wurud pada hadits ini terdapat pada penjelasan Aisyah bahwa ketika jenazah orang Yahudi melewati Rasulullah, mereka menangisi mayyit tersebut sehingga Rasulullah bersabda demikian.Hal ini karena disebabkan pada tradisi menangisi mayyit orang Yahudi ketika itu dengan ratapan, mencakar atau menampari wajah sendiri atau pun menyobek-nyobek baju, sehingga menggambarkan ketidakrelaan dengan takdir kematian tersebut.Sedangkan tangisan dengan wajar sebagai bentuk belasungkawa diperbolehkan.
4. Asbab al-wurud melalui ijtihad, hal ini dilakukan apabila ada ditemukan riwayat yang jelas mengenai asbab al-wurud. Ijtihad ini dilakukan dengan cara melihat sejarah sehingga mampu menghubungkan antara ide dalam teks hadits dengan konteks munculnya hadits.
Contoh hadits:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لن يفلح قوم ولوا امرهم امرأة
Artinya:
Rasulullah bersabda: Tidak akan sukses suatu kaum yang menyerahkan urusannya (untuk memimpin) mereka kepada perempuan.[15]
F. CONTOH ASBABUL WURUDIL HADIS
1. Contoh: tentang Syafa’at
أتاني أتٍ من عند ربيّ فخَيَّرَنيِ بيْنَ أن يُدْخِلَ نصف ّأمتي الجنة و بين الشفاعة)
Artinya: telah datang kepadaku Malaikat dari Tuhanku azza wazalla yang menyuruh aku memilih diantara separuh umatku masuk surga atau syafa’at.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Musa Al-‘As’ari menurut penilaian Al-Haitsami, orang orang yang meriwayatkan hadits ini adalah tsiqat (dapat dipercaya)
asbabul wurud
Dijelaskan dalam musnad imam ahmad bersumber dari abu Musa Al-‘As’ari : kami telah bertempur melawan musuh bersama Nabi SAW kemudian kami bersama beliau turun untuk istirahat. Pada suatu malam aku terbangun, namun beliau tidak ada .aku mencari tetapi yang muncul adalah seorang sahabat yang juga mencari beliau . untunglah tiba-tiba Nabi datang menuju kami seraya bersabda; Engkau berada di daerah perang, maka jika engkau akan pergi karena karena suatu keperluan, katakanlah kepada yang lainnya sehingga ia menemanimu. Kemudian Rasulullah bercerita : aku telah mendengar suara seperti gemuruhnya suara lebah dan datanglah seorang malaikat yang menyuruh aku dst.
Keterangan
Yang datang kepada nabi adalah malaikat pembawa kabar gembira yang menerangkan bahwa nabi boleh memilih diantara dua yang beliau sukai yakni separuh umatnya masuk surga atau hak syafaat. Beliau memilih syafaat sehingga seluruh umat beliau akan masuk surga asalkan tidak berbuat syirik
2. Tentang Konsentrasi
إذا كتبت فَضعْ قلمك على اذُنِكَ فإنّه أَذْكر لك
Artinya jika engkau menulis letakkan penamu diatas kupinglu sebab dengan demikian engkau lebih ingat.
Diriwayatkan oleh al khatib dalam tarikhnya dari anas bin malik
Sababul wurudnya adalah kata anas, muawiyah salah satu seorang penulis wahyu jika ia lengah atau lupa mencatat wahyu yang diterimanya dari nabi ia meletakkan penanya kedalam mulutnya. Maka bersabdalah rasulullah: jika engkau menulis, letakkan penamu di telingamu
Keterangan
Hadits ini mengisyaratkan perlunya persiapan dan pemusatan pikiran di saat menulis dan mempelajari ilmu.
3. Tentang Menziarahi kubur
إني نهيتكم عن زيارة القبور فزورها وَلْتزِدكم زيارتُها أجرا
“Sesungguhnya aku pernah melarang kamu menziarahi kubur maka sekarang ziarahilah dan tambahilah pahala kamu dengan menziarahinya”.
Diriwayatkan oleh Thahawi dalam al-atsar dari buraidah r.a dan dari sa’id berbunyi: arabny (aku larang kamu menziarahi kubur maka sekarang ziarahilah karena sesunggunya dalam menziarahi kubur itu terdapat pelajaran
asbabul wurud
Kata Burairah: kami bersaama rosul dalam suatu perjalanan. Kami singgah, sedangkan jumlah kami semuanya hampir 1.000 orang. Beliau mengerjakan shalat dua rakaat bersama kami.Kemudian beliau menghadapkan mukanya kepada kami.Air maya beliau mengalir membasahi pipi.Umar pun berdiri dan bersedia menggantikannya (segala apayang dihadapi nabi dengan dirinya. Umar bertanya: apa yang engkau rasakan wahai rasul: beliau menerangkan : sesungguhnya ku mohon izin kepada allah untuk mendo’akan keampunan kepada ibuku (istighfar) , tetapi Tuhan tidak mengizinkanku. Maka mengalirlah air mataku sebagai tanda kasih sayang kepadanya (yang melepaskannya) dari api neraka. Sesungguhnya aku pernah melarang kamu….dst.[16]
G. KITAB KITAB YANG MEMBAHAS DAN MENGHIMPUN ASBABUL WURUDIL HADIS
Ilmu mengenai asbabul wurud al-hadis ini sebenarnya telah ada sejak zaman sahabat.Hanya saja ilmu ini belum tersusun secara sistematis dalam suatu bentuk kitab-kitab.Demikian kesimpulan as-Suyuthi dalam al-Luma’ fi Asbabi wurud al-hadis.Namun kemudian, seiring dengan perkembangan dunia keilmuan waktu itu, ilmu asbab al-wurud menjadi berkembang.Para ulama ahli hadis rupa-rupanya merasakan perlunya disusun suatu kitab secara tersendiri mengenai asbabul wurud.
Adapun kitab-kitab yang banyak berbicara mengenai asbabul wurud antara lain adalah:
1. Asbabu wurud al-Hadis karya Abu hafs al-Ukbari (w. 339 H.), namun sayang kitab tersebut tidak dapat sampai ke tangan kita.
2. Asbabu wurud al-hadis karya Abu Hamid Abdul Jalil Al-Jabari. Kitab tersebut juga tidak sempat sampai ketangan kita.
3. Asbabu Wurud al-Hadis atau yang disebut juga al-Luma’ fi Asbab Wurudil hadis, karya Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthi.Kitab tersebut sudah ditahqiq oleh Yahya Ismail Ahmad.
4. Al-Bayan wa at-Ta’rif karya Ibnu Hamzah Al-Husaini ad-Damasyqi (w.1110 H.)[17]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian yang telah kami jelaskan di depan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan :
ilmu asbab al-wurud adalah ilmu yang menjelaskan sebab-sebab keluarnya Hadits, baik berupa peristiwa atau keadaan yang terjadi, waktu maupun karena ada pertanyaan. Sehingga dapat memahami kejelasan hadits baik dari segi umum dan khusus, mutlaq ataumuqayyad, atau untuk menentukan ada tidaknya naskh (penghapusan) dalam suatu hadits
Sebagai salah satu disiplin ilmu dalam studi hadis, asbabul wurud mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam rangka memahami maksud suatu hadis secara lebih baik.Pemahaman yang mengabaikan asbabul wurud, cenderung dapat terjebak kepada arti tekstual saja dan bahkan dapat membawa pemahaman yang keliru.
Fungsi asbabul wurudil hadis ;
1. Menentukan adanya takhshish hadits yang bersifat umum.
2. Membatasi pengertian hadits yang masihmutlaq.
3. Men-tafshil (merinci) hadits yang masih bersifat globab (umum).
4. Menentukan ada atau tidaknya nasikh-mansukh dalam suatu hadits.
5. Menjelaskan ‘illah (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum
6. Menjelaskan maksud suatu hadist yang masih musykil. (sulit dipahami atau janggal).
Menurut imam as-Suyuthi asbabul wurud itu dapat dikatagorikan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Sebab yang berupa ayat al-Qur’an
2. Sebab yang berupa hadist\
3. Sebab yang berupa perkaitan dengan para pendengar di kalangan sahabat
Diantara beberapa cara mengetahui asbab al-wurud dari hadits-hadits adalah sebagai berikut:
1. Asbab al-wurud dapat dilihat pada hadits tersebut, karena asbab al-wurudterdapat pada hadits itu sendiri.
2. Asbab al-wurud yang dapat dilihat pada hadits lain, karena asbab al-wurudhadits tersebut tidak tercantum pada haditsnya sendiri.
3. Asbab al-Wurud dapat dilihat pada aqwal shahabat atau informasi shahabat.
4. Asbab al-wurud melalui ijtihad,
Contoh dalalah :
Tentang Menziarahi kubur
إني نهيتكم عن زيارة القبور فزورها وَلْتزِدكم زيارتُها أجرا
“Sesungguhnya aku pernah melarang kamu menziarahi kubur maka sekarang ziarahilah dan tambahilah pahala kamu dengan menziarahinya”.
Diriwayatkan oleh Thahawi dalam al-atsar dari buraidah r.a dan dari sa’id berbunyi: arabny (aku larang kamu menziarahi kubur maka sekarang ziarahilah karena sesunggunya dalam menziarahi kubur itu terdapat pelajaran
asbabul wurud
Kata Burairah: kami bersaama rosul dalam suatu perjalanan. Kami singgah, sedangkan jumlah kami semuanya hampir 1.000 orang. Beliau mengerjakan shalat dua rakaat bersama kami.Kemudian beliau menghadapkan mukanya kepada kami.Air maya beliau mengalir membasahi pipi.Umar pun berdiri dan bersedia menggantikannya (segala apayang dihadapi nabi dengan dirinya. Umar bertanya: apa yang engkau rasakan wahai rasul: beliau menerangkan : sesungguhnya ku mohon izin kepada allah untuk mendo’akan keampunan kepada ibuku (istighfar) , tetapi Tuhan tidak mengizinkanku. Maka mengalirlah air mataku sebagai tanda kasih sayang kepadanya (yang melepaskannya) dari api neraka. Sesungguhnya aku pernah melarang kamu….dst.
Adapun kitab-kitab yang banyak berbicara mengenai asbabul wurud antara lain adalah:
1. Asbabu wurud al-Hadis karya Abu hafs al-Ukbari (w. 339 H.), namun sayang kitab tersebut tidak dapat sampai ke tangan kita.
2. Asbabu wurud al-hadis karya Abu Hamid Abdul Jalil Al-Jabari. Kitab tersebut juga tidak sempat sampai ketangan kita.
3. Asbabu Wurud al-Hadis atau yang disebut juga al-Luma’ fi Asbab Wurudil hadis, karya Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthi.Kitab tersebut sudah ditahqiq oleh Yahya Ismail Ahmad.
4. Al-Bayan wa at-Ta’rif karya Ibnu Hamzah Al-Husaini ad-Damasyqi (w.1110 H.)
DAFTAR PUSTAKA
Fathur.“ asbabul wurud “..http://fathur10.wordpress.com/2010/04/27
Hady.“ asbab al wurud “.http://hady412.wordpress.com/2011/03/20
Kangmuz.”asbabul wurud dalam memahami suatu hadist”.http://kangmuz.wordpress.com/2011/07/29
Tp.” ilmu asbabul wurud “. http://software-pesantren.blogspot.com
Zein,Muhammad Ma’shum.2007.ulumul hadis dan musthala’ah hadis.jakarta:sinar abadi.
Khatib,Muhammad ajaj.2007.ushul al hadis.jakarta:gaya gramedia pratama
[1] Fathur. “ asbabul wurud “..http://fathur10.wordpress.com/2010/04/27
[2] Zein,Muhammad ma’shum:2007:109
[3] Hady. “ asbab al wurud “.http://hady412.wordpress.com/2011/03/20
[4] Father.”asbabul wurud”.http://father10.wordpress.com/2010/04/27
[5] Kangmuz.”asbabul wurud dalam memahami suatu hadist”.http://kangmuz.wordpress.com/2011/07/29
[6] Tp.” ilmu asbabul wurud “. http://software-pesantren.blogspot.com
[7] Hady. “ asbab al wurud “.http://hady412.wordpress.com/2011/03/20
[8] Kangmuz. “ asbabul wurud dalam memahami suatu hadis”.http://kangmuz.wordpress.com/2011/07/29/
[9] Hady. “ asbab al wurud “.http://hady412.wordpress.com/2011/03/20
[10] Kangmuz. “ asbabul wurud dalam memahami suatu hadis”.http://kangmuz.wordpress.com/2011/07/29
[11] Hady. “ asbab al wurud “.http://hady412.wordpress.com/2011/03/20
[12] Hady. “ asbab al wurud “.http://hady412.wordpress.com/2011/03/20
1. [13] Father. “ asbabul wurud “.http://fathur10.wordpress.com/2010/04/27/
[14] Zein,Muhammad ma’shum:2007:110
[15] Hady. “ asbab al wurud “.http://hady412.wordpress.com/2011/03/20
[16] Kangmuz. “ asbabul wurud dalam memahami suatu hadis”.http://kangmuz.wordpress.com/2011/07/29/
[17] Khatib,Muhammad:2007:201
DAFTAR PUSTAKA
Fathur.“ asbabul wurud “..http://fathur10.wordpress.com/2010/04/27
Hady.“ asbab al wurud “.http://hady412.wordpress.com/2011/03/20
Kangmuz.”asbabul wurud dalam memahami suatu hadist”.http://kangmuz.wordpress.com/2011/07/29
Tp.” ilmu asbabul wurud “. http://software-pesantren.blogspot.com
Zein,Muhammad Ma’shum.2007.ulumul hadis dan musthala’ah hadis.jakarta:sinar abadi.
Khatib,Muhammad ajaj.2007.ushul al hadis.jakarta:gaya gramedia pratama
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar