BAB I
PENDAHULUAN
keberagamaan sifat seseorang dalam halnya disini akan menjelaskan
tentang peserta didik atau siswa dalam hal belajar, setiap siswa berbeda-beda
dalam mendapatkan pembelajaran yang di berikan oleh setiap pendidik, setiap
individu mempunyai sifat atau sikap, prilaku yang berbeda, tidak sama satu
dengan yang lainnya.
Karena itulah Allah swt menciptakan makhlukNya agar senantiasa
selalu berfikir secara positif atau baik. Namun harus tidak dapat di pungkiri
keragaman atau perbedaan-perbedaan dari pola pikir setiap individu itu
tergantung diri pribadi bagaimana agar bersungguh-sungguh dalam mengembangkan
suatu pengetahuan yang di dapatkan,tentunya dunia pendidikan sekolah lah merupakan bagian
yang memegang peranan penting dalam pendidikan anak. heterogenitas peserta
didik menjadi suatu hal yang diperhitungkan, karena zaman yang semakin modern
ini canggihnya teknologi, banyaknya lembaga pendidik yang mempunyai lebel-lebel
ternama, memacu peserta didikuntuk figth dan bersaing,
berkompetisi di masyarakat nantinya.
Semua itu di kembalikan kepada peserta didik,
tidak hanya dengan faktor kecerdasan saja namun bagaimana seseorang dapat
belajar dengan sungguh-sungguh. Maka dari itu heterogenitas pola pikir peserta
didik tidak semua sama, ada yang tingkat IQ nya tinggi ada yang rendah bahkan
ada yang pas-pasan tapi, semua itu perlu di sadari karena manusia tidak ada
yang sempurna pasti ada kekurangan dan kelebihan, dan tergantung bagaimana kita
memperbaikinya dan selalu berusaha dan berdo’a.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Heterogenitas Peserta Didik
Heterogenitas dalam kamus bahasa Indonesia dapat di artikan
“keragaman”.[1]Merupakan
sebuah fenomena yang wajar, manakala dalam dunia pendidikan sekolah merupakan bagian yang memegang peranan
penting dalam pendidikan anak. Banyaknya label sekolah, seperti sekolah
unggulan, sekolah standar nasional, RSBI maupun SBI tidak lepas dari kenyataan
bahwa heterogenitas peserta didik menjadi suatu hal yang diperhitungkan. Sebut
saja sekolah SBI, yaitu sekolah yang menyiapkan peserta didiknya untuk figth
dan bersaing, berkompetisi di masyarakat nantinya.
Jika ditelisik, maka akan didapat realita bahwa input dalam hal ini
peserta didik yang ada di SBI didapat dari proses penjaringan yang begitu
ketat. Tidak hanya faktor kecerdasan (intelegcy question) yang dipertimbangkan,
namun faktor lain seperti, kemampuan serta prestasi dalam bidang tertentu
menjadi masukan apakah peserta didik layak atau tidak layak masuk sekolah
tersebut.
Bahwa sekolah-sekolah yang ingin memiliki visi kedepan, mampu
bersaing dengan sekolah lokal, nasional bahkan internasional akan mengupayakan
input yang sekolah terima telah sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Terkait
dengan hal tersebut, disamping kecerdasan dan segudang prestasi yang dimiliki
peserta didik, ada juga titik keterbalikan dimana terdapat pula peserta didik
yang hanya memiliki IQ pas-pasan, dan bahkan lebih rendah dari angka normal.
Tidak hanya itu, terdapat pula yang memiliki keterbelakangan mental, emosi,
maupun psikologis, tidak jarang pula yang menderita autis. Kenyataan ini juga
yang menjadikan tingkat heterogenitas peserta didik menjadi kompleks. [2]
Sekolah yang mempunyai label-label tersebut diatas tentu akan
menolak kehadiran siswa dengan tingkat IQ, emosional, emosi, dan psikologis
yang jauh dibawah anak-anak normal lainnya. Pertanyaannya, lalu kemanakah anak-anak
ini akan ’mengadukan nasibnya’? paling tidak mendapatkan kesempatan yang sama
untuk ’mengenyam pendidikan’ formal sesuai amanat Undang-undang No 1 pasal
30 UUD 1945, yang jelas mengharuskan
semua peserta didik berhak mendapat pendidikan yang layak. Kata ’HAK’
dalam UUD tersebut dimaksudkan kepada pemerintah, yang berarti HAK yang
dimiliki rakyat merupakan KEWAJIBAN bagi pemerintah untuk
merealisasikannya.[3]
sebagaimana yang tercantum juga dalam UUD RI No 14 Tahun 2005 Pasal 1 Ayat 5
yang berbunyi: “penyelenggara pendidikan adalah pemerintah, pemerintah
daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan
formal”.[4]
Pendidikan kedepan harus lebih peka akan kondisi masyarakat dimana
heterogenitas peserta didik menjadi suatu faktor yang patut dipertimbangkan dan
disikapi secara benar dan tepat. Kini, tantangan baru didepan mata yaitu
pendidikan yang dapat mengakomodir heterogenitas tersebur, dimana anak yang
memiliki IQ rendah, keterbelakangan mental, psikologis bahkan autis dapat
mendapatkan perlakuan yang sama, dan pendidikan yang sama pula. Tantangan ini
dijawab dengan gencar’pendidikan inklusi’ yang kabarnya dapat mengatasi
permasalahan tersebut diatas, walaupun pemerintah sendiri belum memiliki alat
ukur/ parameternya. Namun, hal ini patut disikapi secara positif, paling tidak
pemerintah sudah berupaya guna UUD dapat terealisasikan.
Pendidikan inklusi, merupakan bentuk pendidikan yang berupaya
menerima heterogenitas peserta didik dimana peserta didik mendapatkan
kesempatan untuk belajar, mendapatkan ilmu secara layak sesuai dengan Kurikulum
Standar Satuan Pendidikan (KTSP). Proses pembelajarannya juga tidak begitu
berbeda dengan peserta didik lainnya pada umumnya, hanya penanganan anak-anak
berkebutuhan khusus (ABK) seperti, autis, keterbelakangan mental serta
psikologis diperhatikan secara serius. Inilah tantangan baru dalam pendidikan,
yang menuntut energi yang luar biasa, membutuhkan konsep yang begitu cermat dan
tepat, serta personal yang berkomitmen tinggi untuk mengajarkan pendidikan
kepada mereka.
B.
Mengenal Heterogenitas Tipe Belajar Anak
Anak merupakan individu yang berkarakter, memiliki ciri khas
tersendiri. Setiap individu tidak bisa disamakan dengan individu lain. Sama
halnya dengan siswa dalam kelas. Jumlah siswa dalam kelas di sekolah-sekolah
Indonesia kebanyakan masih begitu banyak, berkisar 40 orang. Jumlah yang kurang
menguntungkan untuk pembelajaran. Semakin sedikit siswa dalam kelas,
pembelajaran akan lebih efektif karena guru lebih mudah mengenali karakter
masing-masing siswa.
Heterogenitas
siswa bukan hanya mencangkup latar belakang, sifat dan perilaku, kebiasaan,
namun ada satu hal yang jarang sekali mendapat perhatian dari guru yaitu cara
berlajara/tipe belajar siswa yang beragam. Hal kecil yang sebenarnya jika
diperhatikan akan mengoptimalkan pembelajaran.Dalam buku “Quantun Learning”
karangan Bobby De Porter” ada tiga tipe belajar anak yaitu visual, kinestetik,
dan auditory yaitu :
1.
Tipe
belajar visual ialah cara anak belajar dengan cara melihat. Anak dengan tipikal
ini cenderung lebih mudah belajar karena hanya dengan melihat ia bisa dengan
mudah menangkap pelajaran. Tapi anak visual cenderung tidak suka mendengarkan
ceramah, mereka akan cepat bosan.
2.
Tipe
belajar tipikal auditory ialah belajar dengan cara mendengar. Mereka senang
diceramahi, mendengarkan pidato, mereka mampu bertahan lama dalam suatu rapat
dan seminar, peka terhadap music dan mudah menyimpan ucapan orang lain. Maka
siswa dengan tipikal ini lebih suka diterangkan langsung oleh guru atau
menggunakan media audio.
3.
Tipe
terakhir yaitu kinestetik. Anak kinestetik merupakan kelompok anak yang
cenderung mengalami kesulitan belajar karena mereka harus mengalami sendiri
suatu peristiwa agar cepat paham. Mereka sangat kesulitan jika belajar hanya
dengan membaca dan mendengar. Golongan kinestetik banyak mengalami kesulitan
dalam mata pelajaran geografi, memahami peta suatu wilayah karena mereka hanya
bisa belajar tentang suatu wilayah dengan melihat gambar sedangkan mereka belum
mengalami sendiri bagaimana kedaan alam, kondidi lingkungan suatu wilayah yang
belum pernah mereka kunjungi secara langsung.
C.
Pandangan Umum Tentang Heterogenitas Siswa
Banyak tradisi pendidikan masih sulit mengatasi heterogenitas Guru,
siswa, danorang tua memiliki pandangan sama mengenai pembelajaran: guru
menyajikan pembelajaran dikelas, dan semua siswa menyelesaikan tugasyang sama
pada saat yang sama. Banyak guruyang percaya ini adalah cara terbaik untuk
meningkatkan pendidikan. Konsekuensinya,strategi untuk membedakan
pembelajaranmenjadi bagian penting bagi setiap RPP guru.Hal ini bukan berarti
siswa yang kemampuanmatematikanya tinggi diperlakukan lebih baik,tetapi
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan daritiap siswa (Stepanek, 1999: 2).[5]
Pembelajaran matematika saat ini banyak menganut paham homogenitas
yaitu kemampuan
matematika siswa,dengan memberikan pembelajaran yang samadalam satu kelas yang
sama, tentunya ini kurangtepat melihat fitrah siswa sebagai manusia yangdilahirkan
berbeda, yang high-abilitytentunya ini bukan menjadi masalah
besar,mereka dapat dengan mudah menyesuaikan apayang guru berikan di dalam
kelas, tetapi bagaimana dengan siswa yanglow-abilityMereka
kurang mendapat dukungan darilingkungan belajar yang harusnya merekadapatkan
sesuai hak, sehingga mereka semakintertinggal dari teman-teman lain di
kelasnya. Iniakan berdampak buruk pada masa depan siswasendiri sebagai calon
sumber daya manusia yang berpotensi. Untuk itu di perlukan suatu pembelajaran
yang menghargai heterogenitasnya siswa itu, agar secara efisien dapat menyokong
potensi tiap siswa yang ada dengan cara yang berbeda sesuai kemampuan mereka.
E.
Kesuksesan Belajar
Sukses adalah suatu impian atau tujuan yang kita inginkan telah
tercapai dengan usaha dan kerja keras yang dijalani dalam hidupnya dalam
mencapai kesuksesan dan keinginan tersebut berupa hal yang positif, baik untuk
diri sendiri dan orang lain. Dan disebut sukses apabila kesuksesan itu
bermanfaat bagi orang lain di sekitar kita. Kesuksesan itu tidak hanya berupa
materi tapi kesuksesan itu berupa non materi.
Dalam hal ini kita akan melihat keberhasilan dalam belajar dari dua
faktor penting yakni faktor internal dan faktor eksternal.[6]
1)
Faktor
Internal
Dalam membahas keberhasilan dari faktor internal, faktor internal
yang dimaksud dalam tulisan ini adalah faktor keberhasilan belajar yang datang
dari diri siswa atau subjek belajar. Baik faktor pisiknya maupun faktor
psikisnya. kita akan membahas terlebih dahulu faktor psikisnya. Dalam hal ini
ada berbagai model klasifikasi pembagian macam-macam faktor psikologis yang
diperlukan dalam kegiatan belajar. Thomas F. Staton menguraikan enam macam
faktor psikologis yaitu: motivasi, konsentrasi, reaksi, Organisasi ,pamahaman
dan ulangan.
a)
Motivasi
Motivasi adalah keinginan dan dorongan untuk belajar, dalam hal
ini, motivasi meliputi dua hal yakni subyek belajar mengetahui apa yang akan
dipelajari danmemahami mengapa hal tersebut patut untuk dipelajari. Dengan
berpijak pada dua unsur motivasi inilah sebagai dasar permulaan yang baik untuk
belajar. Sebab tanpa motivasi, kegiatan belajar ataupun mengajarakan sulit
untuk berhasil.
b) Konsentrasi
Faktor konsentrasi, dimaksudkan sebagai pemusatan segenap kekuatan
perhatian pada suatu situasi belajar. Unsur motivasi dalam hal ini sangat
membantu tumbuhnya proses pemusatan perhatian. Di dalam konsentrasi ini
keterlibatan mental secara detail sangat diperlukan,sehingga tidak perhatian
sekedarnya.
c) Reaksi
Di dalam kegiatan belajar, diperlukan keterlibatan fisik maupun
mental, sebagai suatu wujud reaksi. Belajar harus aktif, tidak sekedar apa
adanya, menyerah pada lingkungan, tetapi semua ini harus dipandang sebagai
tantangan yang memerlukan reaksi. Dengan demikian, kecepatan jiwa seseorang
dalam memberikan respons pada sutu kegiatan belajar merupakan faktor yang
penting dalam belajar. Belajar aktif adalah kegiatan belajar yang dapat
menyingkap kemampuan otak kanan maupun otak kiri, belajar aktif juga berarti
secara aktif mencari motivasi yang diperlukan oleh subyek belajar.
d) Organisasi
Belajar dapat juga dikatakan sebagai kegiatan mengorganisasikan,
menata atau menempatkan bagian-bagian bahan pelajaran ke dalam suatu kesatuan
pengertian.hal semacam inilah yang dapat membuat seseorang belajar akan menjadi
mengerti dan lebih jelas, namun juga ada kemungkinan bertambah bingung. Hal ini
dapat terjadi adanya perbedaan antara cara penerimaan dan pengaturan
fakta-fakta dan ide-ide dalam pikiran siswa yang belajar.
e) Pemahaman
Pemahaman dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran. Karena
itu belajar berarti harus mengerti secara mental makna dan filosofisnya, maksud
dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya, sehingga menyebabkan subyek belajar
dapat memahami suatu situasi. Memahmi maksudnya, menangkap maknanya, adalah
tujuan akhir dari setiap belajar.
f) Ulangan
Lupa merupakan sesuatu yang tercela dalam belajar. Tetapi lupa
adalah sifat umum manusia. Penyelidikan menunjukkan, bahwa sehari sesudah para
siswa mempelajari sesuatu bahan
pelajaran, atau mendengar suatu ceramah, mereka banyak melupakan apa yang telah
mereka peroleh selama jam pelajaran tersebut. Begitu seterusnya, semakin lama
semakin banyak pula yang dilupakan, walaupun mungkin tidak lupa secara
keseluruhan.
g) Kemampuan awal
Kemampuan awal adalah pengetahuan, keterampilan dan kompetensi yang
merupakan prasyarat yang dimiliki untuk dapat memperlajari pelajaran baru pada
jenjang selanjutnya. Kemampuan awal mempelajari suatu materi pelajaran
berarti adalah kemampuan yang dimiliki siswa dari perbuatan belajar sebelumnya.
Dengan demikian, kesuksesan belajar pada suatu jenjang adalah bagaimana
kemampuan awal yang dimiliki siswa dari jenjang sebelumnya. Hal ini akan sangat
berpengaruh pada keberhasilan belajar siswa pada jenjang tertentu.
h) Faktor fisiologis.
Dalam hal ini adalah kondisi badan fisik subyek belajar,
kesehatannya, dan keadaan inderanya. Karena secara fisik, belajar membutuhkan
berbagai aktivitas seperti gerakan, terobosan, permaianan dan seterusnya. Dalam
hal ini, keadaan fisik sangat dibutuhkan untuk kesuksesan belajar. Walaupun
dalam kondisi tertentu, keadaan fisik terkadang tidak menjadi penghalang untuk
belajar, seperti orang buta, tuli atau cacat lainnya. Akan tetapi secara umum
kondisi fisik memberikan dukungan besar pada keberhasilan belajar.
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal dalam bahasain ini adalah faktor kesuksesan
belajar yang ditunjang oleh faktor-faktor yang berada di luar pribadi subyek
belajar, dalam hal ini tentunya menyangkutbeberapa hal diantaranya faktor guru,
keadaan lingkungan dan media yang digunakan.Guru sebagai sosok sentral dalam
kegiatan pembelajaran tentunya merupakan sosok yang sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan belajar siswa utamanya yang mengunakan jalur pendidikan formal.
Eksistensi guru tentunya diakui oleh semua golongan dalam hal keberhasilan
belajar anak.[7]
Media pelajaran, adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran. Bila pencapaian tujuan
pembelajaran telah dapat dicapi dengan mudah, maka keberhasilan belajar siswa
akan dapat ditingkatkan.
BAB III
PENUTUP
Heterogenitas siswa bukan hanya mencangkup latar belakang, sifat
dan perilaku, kebiasaan, namun ada satu hal yang jarang sekali mendapat
perhatian dari guru yaitu cara berlajar/tipe belajar siswa yang beragam.
tiga tipe belajar anak yaitu visual, kinestetik, dan auditory yaitu
:
Ø Tipe belajar visual
Ø Tipe belajar tipikal auditory
Ø Tipe belajar kinestetik.
Pendidikan inklusi, merupakan bentuk pendidikan yang berupaya
menerima heterogenitas peserta didik dimana peserta didik mendapatkan
kesempatan untuk belajar, mendapatkan ilmu secara layak sesuai dengan Kurikulum
Standar Satuan Pendidikan (KTSP).
Menggapai kesuksesan itu memerlukan kesabaran dan perjuangan,
beserta do’a, menggapai sukses itu harus baik di pandang orang lain maupun
Allah SWT, sehingga timbul kejujuran dalam menggapai tujuan yang diinginkan
maka tidak ada kata putus asa dalam meraih kesuksesan.
DAFTAR PUSTAKA
Idrus Ali dan
Fachruddin, Pengembangan Profesionalitas Guru, jakarta: Gaung Persada Press,
2011.
Undang-undang
Dasar Republik Indonesia Nomor 1 Pasal 30 tahun 1945, tentang hak pendidikan
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 pasal 1 ayat 5, tentang sistem
pendidikan nasional, Jakarta: PT Sinar
Grafika 2009
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 1993
http://karyakarya-aietoo.blogspot.com/2012/02/peranan-dan-fungsi-belajar.html
di akses pada tgl 06 nov 2013.
http://edukasi.kompasiana.com/2013/10/15/mengenal-heterogenitas-tipe-belajar-anak--599071.html
di akses pada tanggal 6 November 2013.
[1] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa
indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993),
[2]http://edukasi.kompasiana.com/2013/10/15/mengenal-heterogenitas-tipe-belajar-anak--599071.html
di akses pada tanggal 6 November 2013
[3]
Undang-undang Dasar Republik Indonesia Nomor 1 Pasal 30 tahun 1945, tentang hak
pendidikan
[4]
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 pasal 1 ayat 5, tentang
sistem pendidikan nasional (Jakarta: PT Sinar Grafika)2009
[5]Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus, Pengembangan
Profesionalitas Guru, (jakarta: Gaung Persada Press, 2011).
[6]http://karyakarya-aietoo.blogspot.com/2012/02/peranan-dan-fungsi-belajar.html di akses pada tgl 06 nov 2013.
[7]http://karyakarya-aietoo.blogspot.com/2012/02/peranan-dan-fungsi-belajar.html di akses pada tgl 06 nov 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar