PENDAHULUAN
Qawa’id
Fiqhiyyah merupakan kaedah yang bersifat umum meliputi sejumlah
masalah fiqh dan melaluinya dapat diketahui hukum masalah fiqh yang berada
dalam lingkupnya. qawaid fiqhiyyahsecara langsungnya didasarkan dan
disandarkan kepada dalil-dalil dari al-Qur’an dan Sunnah dapat dijadikan
sebagai dalil dalam menetapkan hukum. Kaedah fiqih yaitu kaedah-kaaedah yang
bersifat umum, yang mengelompokkan masalah-masalah fiqih secara terperinci
menjadi beberapa kelompok, juga merupakan pedoman yang memudahkan penyimpulan
hukum bagi suatu masalah, yaitu dengan cara menggolongkan masalah-masalah yang
serupa dibawah satu kaedah.
Berhubung
hukum fiqih lapangannya luas, meliputi berbagai peraturan dalam kehidupan yang
menyangkut hubungan manusia dengan Tuhannya, dan hubungan manusia dengan sesama
manusia. Qawa’id fiqhiyyah ialah kaedah fiqih dalam
undang-undang Islam yang menjadi asas untuk memahami dan mengembangkan fiqih
Islamtentang kaedah-kaedah hukum. Ia berlaku setelah kewafatan Nabi dan segala
hukum tidak ada pembatalan lagi. Tetapi ia memerlukan jalan-jalan hukum yang
berbentuk fleksibel untuk membuka peluang manusia menggunakan akal yang
berpandukan nas dalam berijtihad.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Ruang Lingkup Qawa’id Fiqhiyyah
Apabila
kaidah-kaidah fiqih ini kita perinci berdasarkan ruang lingkup dan
cakupannya, setidaknya ada lima ruang lingkup yaitu:
1.
تَجلِبُ المَصَالِحِ وَدَرءُ المَفَاسِدِ “Meraih kemaslahatan dan menolak
kemudaratan”.
2.
Al-Qawa’id al-Fiqhiyyah al-Asasiyyah al-Kubra, yaitu qaidah-qaidah fiqh yangbersifatdasar dan mencakup
berbagai bab dan permasalahan fiqh. Yang termasuk kategori ini adalah:
a) الامور بمقاصدها “segala
sesuatu perbuatan tergantung pada tujuannya”
Pengertian kaidah ini bahwa hukum
yang berimplikasi terhadap suatu perkara yang timbul dari perbuatan atau
perkataan subjek hukum (mukallaf) tergantung pada maksud dan tujuan dari
perkara tersebut.Contohnya, memakan bangkai tanpa adanya rukhsah(dispensasi
hukum) status hukumnya adalah haram.
b) اليقين لا يزال بالشك “ Yang sudah yakin tidak dapat
dihapuskan oleh keraguan ”
Kaidah ini berarti bahwa keyakinan
yang sudah mantap atau yang sealur dengannya, yaitu sangkaan yang kuat, tidak
dapat dikalahkan oleh keraguan yang muncul sebagai kontradiktifnya, akan tetapi
ia hanya dapat dikalahkan oleh keyakinan atau asumsi kuat yang menyatakan
sebaliknya.
Contohnya, apabila seseorang
menghilang dalam jangka waktu yang lama dan tidak diketahui apakah ia masih
hidup atau sudah mati, maka ahli waris tidak boleh membagi harta peninggalannya
sebelum adanya kepastian mengenai kematiannya atau adanya keputusan hakim
(pengadilan) mengenai kematiannya
berdasarkan asumsi kuat bahwa orang tersebut telah meninggal dunia disertai
bukti-bukti kuat yang mendukung asumsi tersebut dan menetapkannya sebagai
sebuah keyakinan.
c) المشقة تجلب التيسر “Kesukaran itu menimbulkan adanya
kemudahan”
d) الضرر يزال “kemudaratan itu harus dihilangkan”
Kaidah ini dipergunakan para ahli
hukum Islam dengan dasar argumentatif hadis Nabi saw yang diriwayatkan dari
berbagai jalur transmisi (sanad): yang artinya,
Tidak boleh memberi mudarat dan
membalas kemudaratan.
Kaidah ini terkonkretisasi menjadi
sejumlah hukum fiqh yang bersifat particular (furu’), di antaranya
bentuk-bentuk khiyar dalam transaksi jual beli, pembatasan wewenang (al-hijr),
hak syuf’ah (membeli pertama) oleh partner bisnis dan tetangga, hudud,
ta’zir, dan pembatasan kebebasan manusia dalam masalah kepemilikan atau
pemanfaatannya agar tidak menimbulkan bahaya bagi orang lain.
e)
العادة
محكمة “Adat kebiasaan dapat dijadikan
hukum”
Kaidah
diatas meliputi keseluruhan fiqih-fiqih didalam bebagai macam bidang fiqih.
3.
Cabang dari kaidah-kaidah yang lima
tersebut, seperti kaidah No.4: اَلضُّرَرُيُزَالُ“kemudharatan harus dihilangkan” bercabang
lagi menjadi kaidah, antara lain:
a)
اَلضَّرُورَات
تُبِيْعُ الْمَحْظُوْرَاتِ“kebutuhan yang bersifat darurat itu
membolehkan hal-hal yang dilaran”
b)
الضَّرَرُيُزَّالُ
بِقَدْ رِالإِمْكَانِ“Kemudharatan itu harus ditinggalkan sedapat mungkin.
4.
Kaidah-kaidah fiqih yang cakupannya
hanya dalam bidang fiqih tertentu, seperti:
“Hukum
asal dalam mu’amalah adalah kebolehan sampai ada dalil yang menunjukkan
keharamannya”.Kaidah ini haya berlaku didalam
fiqih muamalah.
5. Kaidah
yang merupakan cabang dari bidang hukum tertentu, seperti untuk kepentingan: المصلحة العامة مقدمة على المصلحة
الخاصة“kemaslahatan publik didahulukan
daripada kemaslahatan individu”
Kaidah
diatas dihubungkan dengan kaidah lain seperti:
لاضرارولاضرار “tidak boleh membahayakan
dan tidak boleh (pula) saling membahayakan (merugikan)
Contoh:
Pemerintah yang mau membuat jalan untuk kepentingan umum, tetapi jalan itu
melewati tanah milik orang lain, maka penyelesayannya dengan menggunakan kaidah
tersebut. Pemerintah bisa melanjutkan rencananya, tetapi harus mengganti dengan
harga pasaran yang wajar pada waktu itu ditempat tersebut.
B.
Fungsi Dan Peranan Qawa’id Fiqhiyyah
Para Imam
Mazhab empat sangat memperhatikan ilmu qawa’id fiqhiyyah, karena ilmu qawa’id
fiqhiyyah itu merupakan salah satu cabang dari ilmu syariah.Menurut sebagian
ulama, kurangnya perhatian terhadap qawa’id fiqhiyyah, termasuk salah satu
penyebab keterbelakangan fiqih.
Adapun fungsi
dan peranan qawa’id fiqhiyyah, antara lain:
1.
Untuk
memelihara dan menghimpun berbagai masalah yang sama, juga sebagai barometer
dalam mengidentifikasi berbagai hukum yang masuk dalam ruang lingkupnya.
2.
Untuk
menunjukkan bahwa hukum-hukum yang sama illat-nya meskipun berbeda-beda
merupakan satu jenis illat dan maslahat.
3.
Untuk
memudahkan dalam mengetahui hukum perbuatan seorang mukallaf.
Para
ulama telah menyebutkan pula fungsi dan peranan qawa’id fiqhiyyah selain yang
disebutkan di atas, antara lain:
1.
Ibnu
Nujaim berpendapat bahwa sebenarnya qawa’id fiqhiyyah merupakan ushul fiqih,
tetapi kemudian derajatnya meningkat kepada derajat ijtihad meskipun dalam
berfatwa.
2.
Imam
al-Sarakhsi berpendapat bahwa barang siapa yang menghukumi suatu masalah dengan
asal, dan ia benar-benar memahaminya,
maka akan mudah baginya untuk mengambil kesimpulan.
3.
Imam
al-Qarafi (w. 684 H) berpendapat bahwa kaidah ini sangat penting bagi fiqih dan
sangat besar manfaatnya. Orang yang benar-benar mempelajarinya akan menjadi
seorang faqih dan mendapat kemuliaan, serta akan mendapatkan rahasia-rahasia
fiqih. Orang yang memperdalam ilmu fiqih melalui kaidah-kaidah fiqih tidak
harus menghafalkan berbagai macam cabang fiqih, karena telah tercakup oleh
kulliyah. Di smping itu, ia pun dapat menyelesaikan berbagai macam perpecahan
dan pertentangan dalam waktu yang singkat.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa fungsi dan peranan
qawa’id fiqhiyyah adalah sebagai berikut:
1.
Dengan
mendalami qawa’id fiqhiyyah, seseorang betul-betul dapat memahami ilmu fiqih
dan mampu menganalisis berbagai masalah yang aktual, kemudian menentukan hukum
masalah tersebut.
2.
Qawa’id
fiqhiyyah dapat membantu untuk menetapkan berbagai hukum masalah yang
berdekatan. Di samping itu, melahirkan qawa’id fiqhiyyah, orang yang menetapkan
hukum itu tidak merasa lelah dan tidak memerlukan waktu yang panjang dalam
menetapkan hukum dan peristiwa yang dihadapi.
3.
Qawa’id
fiqhiyyah berfungsi dan mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan
permasalahan kehidupan yang semakin kompleks, terutama pada masa sekarang
dengan kemajuan IPTEK dan berkembangnya masyarakat. Menghafal dan mengetahui
serta memahami dengan baik qawa’id fiqhiyyah bagi pengkaji hukum fiqih sangat
penting dan sangat dibutuhkan dalam menetapkan hukum masalah-masalah yang
semakin aktual dan kompleks itu, khususnya dalam masalah transaksi keuangan
syariah kontemporer.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
ruang lingkup qawa’id fiqhiyah ada lima yaitu:
1.
تَجلِبُ المَصَالِحِ وَدَرءُ المَفَاسِد
2.
Al-Qawa’id al-Fiqhiyyah al-Asasiyyah
al-Kubra
3.
Cabang dari kaidah-kaidah yang
lima tersebut, seperti kaidah No.4: اَلضُّرَرُيُزَالُ
4.
Kaidah-kaidah fiqih yang
cakupannya hanya dalam bidang fiqih tertentu
5.
Kaidah yang merupakan cabang dari
bidang hukum tertentu
Fungsi Dan Peranan Qawa’id Fiqhiyyah
1.
Untuk memelihara
dan menghimpun berbagai masalah yang sama, juga sebagai barometer dalam
mengidentifikasi berbagai hukum yang masuk dalam ruang lingkupnya.
2.
Untuk
menunjukkan bahwa hukum-hukum yang sama illat-nya meskipun berbeda-beda
merupakan satu jenis illat dan maslahat.
3.
Untuk
memudahkan dalam mengetahui hukum perbuatan seorang mukallaf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar